Goresan Pena Risky Amaliyah

Rabu, 29 Juni 2016

Model Dasar Komunikasi dan Model Pengaruh Komunikasi



A.   MODEL DASAR KOMUNIKASI
            Model adalah representasi simbolis dari suatu benda, proses, sistem atau gagasan. Model dapat berbentuk gambar-gambar graifs, verbal atau matematikal. Perbedaan pokok antara teori dan model adalah: teori merupakan penjelasan, sementara model hanya merupakan representasi. Fungsi model ada (4): mengorganisasikan, membantu menjelaskan, heuristik dan memprediksi.
            Secara umum,model-model komunikasi dapat dibagi dalam lima kelompok. Kelompok pertama, disebut sebagai model-model dasar. Kelompok dua menyangkut pengaruh personal, penyebaran dan dampak komunikasi massa terhadap perorangan. Kelompok ketiga meliputi model-model tentang efek komunikasi massa tehadap kebudayaan dan masyarakat. Kelompok keempat berisikan tentang model-model yang memusatkan perhatian kepada khalayak. Kelompok lima mencakup model-model komunikasi tentang sistem, produksi, seleksi dan alur media massa.
1)        Model Komunikasi Barnlund
Dean C. Barnlund, seorang ahli komunikasi Amerika Serikat membuat dua model komunikasi: model komunikasi “intrapersonal” dan model komunikasi “antarpersonal”. Gambar mengenai kedua model tersebut adalah sebagai berikut:
Model Komunikasi Intrapersonal
            Komunikasi intrapersonal atau intra pribadi adalah komunikasi yang terjadi di dalam diri seseorang. Pengertian komunikasi di sini menunjuk pada proses pengolahan dan pembentukan informasi melalui sistem syaraf dan otak manusia sehubungan dengan adanya stimulus yang ditangkap melalui pancaindra. Proses berpikir (mencerna dan memahami suatu simbol), serta melakukan reaksi atau suatu stimulus, adalah bagian dari proses komunikasi yang terjadi dalam diri manusia. Jalannya proses komunikasi intra pribadi ini,menurut Barnlund dapat digambarkan sebagai berikut:

gambar 1


















D              : Decoding (pemecahan arti kode)
E               : Encoding (pembentukan kode)
Cpu          : Public Cues (isyarat publik)
Cpr           : Private Cues (isyarat pribadi)
Cbeh-nv   : Nonverbal Behavioral Cues (isyarat tingkah laku non verbal)
+,0,-          : valensi positif, netral, negatif
    
Gambar model di atas menjelaskan bahwa pada dasarnya tingkah laku non verbal seseorang apakah bervalensi positif, netral atau negatif, dipengaruhi oleh isyarat-isyarat pribadi dan publik yang dialami atau sampai kepada dirinya.
Dalam kenyataannya, seseorang tentu saja akan mengalami berbagai isyarat (baik pribadi ataupun publik) yang bervalensi positif, netral maupun negatif. Namun,menurut model ini, semua isyarat ini setelah di-decode, akan membentuk (encode) suatu isyarat tingkah laku nonverbal tertentu (positif, netral, atau negatif).
Model Komunikasi Antar Pribadi


gambar 2



            M         : Message (pesan)
            Cbeh-v : Verbal Behavioral Cues (isyarat tingkah laku verbal)  
Proses komunikasi antar-pribadi seperti digambarkan dalam model di atas, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari proses komunikasi intrapribadi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Ada dua elemen tambahan yakni pesan (M) dan isyarat tingkah laku verbal (Cbeh-v). Dengan demikian pola dan bentuk komunikasi yang terjadi anatara dua orang dipengaruhi oleh hasil proses komunikasi intra-pribadi yang terjadi dalam dirinya masing-masing.

2)        Model Lasswell
Harold D. Lasswell adalah seorang ilmuwan politik yang juga tertarik mendalami komunikasi. Bidang studi yang ditekuninya terutama yang menyangkut propoganda dan komunikasi politik. Karena kontribusinya yang besar terhadap perkembangan ilmu komunikasi,ia dipanadang sebagai saah seorang dari empat tokoh yang mendapat sebutan The Founding Fathers.
Menurut Lasswell, persoalan komunikasi menyangkut 5 (lima) pertanyaan sederhana sebagai berikut:
Who? (siapa?)
Says what? (mengatakan apa?)
In which channel? (melalui saluran apa?)
To whom? (kepada siapa?)
With what effect? (dengan akibat apa?)
Formula Lasswell tersebut di atas secara sederhana dapat digambarkan dalam model sebagai berikut:



1: komunikator
2: pesan
3: medium
4: khalayak
5: akibat
Model komunikasi klasik dari Lasswell ini menunjukkan bahwa pihak pengirim pesan (komunikator) pasti mempunyai keinginan untuk mempengaruhi pihak penerima (komunikan), dan karenanya komunikasi harus dipandang sebagai upaya persuasi. Setiap upaya penyampaian pesan dianggap akan menghasilkan dampak postif ataupun negatif. Dan hal ini, menurut Lasswell banyak ditentukan oleh bentuk dan cara penyampaiannya. Salah satu kelemahan dari model Lasswell ini adalah tidak digambarkannya unsur feedback (umpan balik). Sehingga proses komunikasi yang dijelaskan bersifat linear/searah.

3)        Model Komunikasi Sirkuler dari Osgood dan Schramm
Model proses komunikasi yang digambarkan oleh Osgood dan Schramm ini terutama berlaku untuk bentuk-bentuk komunikasi antar pribadi. Dijelaskan bahwa proses komunikasi berjalan secara sirkuler, dimana masing-masing pelaku secara bergantian bertindak sebagai komunikator/sumber dan komunikan/penerima.
Proses komunikasinya dapat digambarkan demikian: pertama, pelaku komunikasi yang pertama kali mengambil inisiatif sebagai sumber/komunikator membentuk pesan (encoding) dan menyampaikannya melalui saluran komunikasi tertentu pada lawan komunikasinya yang bertindak sebagai penerima/komunikan. Saluran komunikasi yang digunakan dapat bermacam-macam. Misalnya: telepon, surat, atau bentuk komunikasinya adalah percakapan langsung secara tatap muka maka yang menjadi salurannya adalah gelombang udara. Kedua, pihak penerima/komunikan kemudian setelah menerima pesan akan mengartikan (decoding) dan menginterpretasikan (interpreting) pesan yang diterima. Apabila ia (penerima/komunikan) mempunyai tanggapan atau reaksi, maka selanjutnya ia akan membentuk pesan (encoding) dan menyampaikannya kembali. Kali ini ia bertindak sebagai sumber, dan tanggapan atau reaksinya disebut sebagai umpan balik. Ketiga, pihak sumber/komunikator yang pertama sekarang bertindak sebagai penerima/komunikan. Ia akan mengartikan dan menginterpretasikan pesan yang diterimanya, dan kalau ada tanggapan/reaksi, kembali ia akan membentuk pesan dan menyampaikannya kembali kepada pasangan komunikasinya. Demikianlah proses ini akan berlangsung terus-menerus secara sirkuler. Dengan demikian, menurut model ini masing-masing pelaku komunikasi akan terlibat dalam proses pembentukan pesan (encoding), penafsiran (interpreting) pesan, serta penerimaan dan pemecahan kode pesan (decoding).





4)        Model Komunikasi Gerbner
Model komunikasi yang dikemukakan Gerbner hampir sama bentuknya yang dengan model Lasswell. Tapi prosesnya lebih kompleks karena melibatkan elemen-elemen komunikasi yang lebih banyak. Model komunikasi yang dibuat Gerbner ada dua: model verbal dan model gambar.
Model verbal:
Model komunikasi verbal yang dikembangkan Gerbner mencakup sepuluh (10) unsur sebagai berikut:
Someone                                      (komunikator dan komunikan)
Perceives an event                        (persepsi)
And reacts                                    (reaksi)
In a situation                                (situasi fisik/psikologis/sosial)
Through some means                   (saluran/media)
To make available materials         (distribusi/administrasi)
In some form                                (bentuk, struktur, pola)
And context                                 (konteks)
Conveying content                       (makna pesan)
Of some consequence                  (akibat/hasil)

Model gambar:








M = Manusia atau mesin
S = Bentuk
E = Peristiwa
E1 = Persepsi
E2 = Isi           
       Model gambar yang dibuat Gerbner menjelaskan bahwa proses komunikasi diawali dengan suatu tindakan pemahaman (persepsi). Dimensi pendekatan Gerbner terhadap persepsi ini dilakukan melalui dua pendekatan: pendekatan transaksional dan pendekatan psychophysial (psikologi-fisik).
       Model verbal dan Gerbner memberikan gambaran bahwa komunikasi mencakup sebelas (11) komponen: pelaku komunikasi (komunikator dan komunikan), objek peristiwa, persepsi terhadap objek peristiwa, reaksi, situasi, saluran/media, distribusi, bentuk/struktur/pola, konteks, makna isi pesan, dan akibat/hasil. Dengan demikian, komunikasi menurut Gerbner adalah suatu proses di mana seseorang (komunikator atau komunikan), mempersepikan suatu objek peristiwa dan bereaksi dalam suatu situasi, Dengan menggunakan alat atau saluran tertentu agar sesuatu yang disampaikan itu menjadi ada, dalam bentuk dan konteks tertentu, dengan makna atau arti tertentu, dan dengan tujuan memperoleh suatu akibat atau hasil tertentu.
       Model gambar yang dibuat Gerbner menjelaskan bahwa proses komunikasi diawali dengan satu tindakan pemahaman (persepsi). Dimensi pendekatan Gerbner terhadap persepsi ini dilukiskan melalui dua pendekatan: pendekatan transaksional dan pendekatan psychophysical (psikologi-fisik).
       Pendekatan transaksional:
       E1 semata-mata dianggap sebagai fungsi asumsi, pandangan pengalaman dan faktor lain yang berkaitan dengan pengalaman si M. Seperti apa E1 bagi si M tergantung pada faktor yang ada di dalam M sendiri.
       Pendekatan “psychophysicaL”:
        E itu sendiri merupakan faktor terpenting, yang menimbulkan persepsi yang jelas dan akurat dalam kondisi yang menguntungkan. Bagaimana pemahaman M ditentukan oleh caranya memilih, konteksnya, serta ketersediaan E.

5)        Model Komunikasi Riley & Riley
Proses komunikasi pada model-model yang terdahulu sepertinya mengasumsikan terjadinya suatu kevakuman sosial di mana pengaruh lingkungan tidak perlu dipersoalkan. HaI ini dikritik oleh John W. Riley dan Mathilda W. Riley (1959) dalam tulisannya tentang Mass Communication The Social System.
Manusia, menurut mereka, sebagai Homo Comunicas sebenarnya merupakan bagian dari suatu lingkungan atau sistem dengan struktur yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pengamatan terhadap tingkah laku komunikasi manusia perlu dipandang secara sosiologis. Riley dan Riley mengatakan bahwa komunikan dalam menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak Iangsung bereaksi begitu saja. Ada faktor-faktor di luar dirinya yang turut mempengaruhi dan bahkan mengendalikan aksi dan reaksinya terhadap suatu pesan yang diterimanya. Faktor-faktor yang dimaksud adalah terutama berkaitan dengan peran dan kelompok primer (misalkan keluarga) dan kelompok Iainnya yang menjadi rujukan (referensi) dan si komunikan. Nilai-nilai yang berlaku pada kelompok primer dan kelompok rujukan inilah yang lazimnya mempengaruhi komunikan dalam menentukan sikap dan tindakannya. Hal ini terjadi karena umumnya orang akan selalu berusaha agar sikap dan tindakannya tidak terlalu menyimpang dan nilai-nilai kelompok di lingkungannya.



Model Riley dan Riley ini dapat digambarkan sebagai berikut:



C                                      : Communicator (komunikator)
R                                      : Receiver (penerima/komunikan)
Message                           : Pesan
Primary group                  : kelompok primer seperti keluarga
Large social structure       : Struktur sosial yang lebih besar

6)        Model Newcomb
Model komunikasi yang dikembangkan Newcomb merupakan model komunikasi antarpribadi. Melalui modelnya ini Newcomb menggambarkan tentang dinamika hubungan komunikasi antara dua individu tentang suatu objek yang dipersoalkan mereka.
Menurut model Newcomb, yang kemudian dikenal dengan sebutan “model keseimbangan”, pola komunikasi yang terjadi antara dua individu mempunyai dua bentuk atau situasi: “seimbang dan “tidak seimbang”. Situasi komunikasi seimbang akan terjadi apabila dua orang yang berkomunikasi tentang suatu hal/objek sama-sama mempunyai sikap menyukai atau memiliki selera yang sama terhadap hal/objek yang dibicarakan. Keadaan tidak seimbang terjadi apabila terdapat perbedaan sikap di antara kedua orang tersebut. Namun, apabila keadaan tidak seimbang ini terjadi, umumnya masing-masing pihak berupaya untuk mengurangi perbedaan sehingga keadaan “relatif seimbang” bisa tercapai. Sementara kalau keadaan seimbang terjadi masing-masing pihak berusaha untuk terus mempertahankannya. Menjaga keseimbangan inilah yang menurut Newcomb merupakan hakikat utama dan komunikasi antarpribadi.





A: individu 1
B: individu 2
X: objek pembicaraan

7)        Model Komunikasi Shannon dan Weaver
Model komunikasi dari Shannon dan Weaver melibatkan tujuh (7 komponen komunikasi. Ketujuh komponen komunikasi tersebut adalah: information source (sumber informasi), message (pesan), transmitter (alat/saluran penyampaian), signal (tanda, sinyal), receiver  (penerima),  destination (sasaran penerima pesan), noise source (sumber gangguan). Gambar proses komunikasi menurut model ini adalah sebagai berikut.
I-S   = Information Source (sumber informasi)
M    = Message (pesan)
T     = Transmiter (alat/saluran penyampaian)
S     = Signal (tanda, sinyal)
R-S = Received signal (sinyal yang diterima)
R    = Receiver (alat penerima)
D   = Destination (sasaran penerima pesan)
N-S = Noise source (sumber gangguan)
Gambar model komunikasi dan Shannon dan Weaver di atas menjelaskan bahwa proses komunikasi dimulai dengan adanya suatu sumber Informasi. Sumber informasi tersebut kemudian membentuk pesan atau serangkaian pesan untuk dikomunikasikan. Tahap berikutnya adalah pengolahan pesan ke dalam tanda-tanda atau lambang-lambang yang disampaikan melalui transmiter atau saluran kepada penerima sasaran. Pihak penerima selanjutnya akan menginterpretasikan tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut sehingga menghasilkan sesuatu. Hasilnya disebut Shannon dan Weaver sebagai destination. Dalam prakteknya, proses penyampaian pesan ini juga tidak terlepas dari adanya gangguan (noise). Apabila gangguan tersebut tidak dapat diatasi maka makna atau arti pesan yang ditangkap oleh penerima, kemungkinan berbeda dengan makna atau arti pesan yang dimaksud oleh sumber pengirim.

8)        Model Komunikasi DeFleur
Model komunikasi yang dibuat oleh Melvin DeFleur pada dasarnya merupakan pengembangan dari model komunikasi yang dibuat oleh Shannon dan Weaver. Model  DeFleur ini cocok untuk menggambarkan proses komunikasi melalui media massa (komunikasi massa). Di dalamnya tercakup 8 (delapan) komponen proses komunikasi massa, yaitu: source, transmitter, channel, receiver, destination, noise, mass medium device (sarana medium massa), dan feedback device (sarana penyampai umpan balik).





Source                        : Sumber pengirim
Transmitter                 : Alat pengolah informasi
Channel                      : Saluran
Receiver                     : Penerima
Destination                 : Tujuan
Noise                          : Gangguan yang terjadi
Mass medium device : Perangkat media massa
Feedback device : Perangkat umpan balik
Gambar model komunikasi dari DeFleur dapat dijelaskan sebagai berikut: Sumber yang bermaksud mengkomunikasikan sesuatu hal kepada sasaran penerima pertama-tama akan terlibat dalam proses pengolahan atau pembentukan simbol-simbol pesan melalui transmiter, sehingga menghasilkan suatu pesan yang bermakna. Simbol-simbol pesan ini kemudian disampaikan me!alui suatu saluran atau medium kepada penerima dengan tujuan tertentu. Pihak penerima dalam menerima pesan tersebut juga terlibat dalam proses pengolahan dan pengartian makan pesan dan kembali menyampaikan tanggapannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak pengirim. Demikianlah proses ini terus berlangsung secara dinamis dan berjalan secara timbal balik. Namun, dalam prakteknya proses komunikasi yang terjadi tidak bisa luput dari adanya gangguan-gangguan. Gangguan dapat timbul pada unsur pengirim, transmitter, saluran yang dipergunakan, pihak penerima atau pada pengartian makna pesan. Namun, menurut DeFleur, adanya gangguan inilah yang menyebabkan proses komunikasi yang terjadi berjalan lebih dinamis.



B.   MODEL-MODEL PENGARUH KOMUNIKASI
Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan beberapa model dasar yang menjelaskan tentang bagaimana jalannya proses komunikasi. Materi dalam bagian ini secara khusus akan difokuskan pada pembahasan mengenai model-model tentang pengaruh komunikasi, khususnya dalam konteks komunikasi massa. Terdapat banyak model yang menjelaskan tentang proses dan pengaruh komunikasi massa. Empat di antaranya yang akan dibahas dalam bagian ini adalah model stimulus-response dari DeFleur, model “pengaruh psikologi televisi” dari Comstock, model “komunikasi dua tahap” dari Katz dan Lazarsfeld, dan model “spiral keheningan” (the spiral of silence) dari Noelle-Neumann.


 I. MODEL STIMULUS-RESPONSE
Model Stimulus-Response (Rangsangan-Tanggapan), atau lebih populer dengan sebutan model S-R menjelaskan tentang pengaruh yang terjadi pada pihak penerima (receiver) sebagai akibat dari komunikasi. Menurut model ini, dampak atau pengaruh yang terjadi pada pihak penerima, pada dasarnya merupakan suatu reaksi tertentu dan “stimulus” (rangsangan) tertentu. Dengan demikian, besar kecilnya pengaruh serta dalam bentuk apa pengaruh tersebut terjadi, tergantung pada isi dan penyajian stimulus. Model S-R dapat digambarkan sebagai berikut.
 



Sebagaimana terlihat dalam gambar di atas, model ini memberikan gambaran tentang tiga (3) elemen penting: Stimulus (S), yakni pesan Organisme (O), dalam hal ini pihak penerima (receiver); dan Response (R), yakni akibat atau pengaruh yang terjadi.
Model S-R ini ada kaitannya dengan asumsi dan model “janum suntik” yang berpandangan bahwa media massa mempunyai pengaruh langsung kepada khalayaknya. Isi media massa diibaratkan sebagai jarum yang disuntikkan ke tubuh khalayak, sehingga menghasilkan pengaruh yang sesuai dengan isinya. Dalam dunia kedokteran kita mengetahui bahwa apabila seorang pasien disuntik obat tidur, ia akan tidur. Asumsi mengenai kekuatan pengaruh dari media massa ini didasarkan atas pemikiran bahwa masyarakat, ibarat atom-atom sosial merupakan sekumpulan individu-individu yang terpisah-pisah dan bertingkah laku sesuai keinginannya masing-masing. Dalam masyarakat yang atomistis demikian, kendala-kendala sosial jarang terjadi dan pengaruh dan ikatan-ikatan sosial sangat kecil.
Model S-R ini kemudian banyak dikritik karena masyarakat dalam menerima pesan dari media massa dipandang tidak bersikap dan bertindak pasif, melainkan aktif dan selektif. Atas dasar hal tersebut DeFleur kemudian melakukan modifikasi terhadap model S-R. Menurut DeFleur, penerimaan khalayak atas berbagai stimulus yang disampaikan melalui media massa berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Karena, setiap orang mempunyai karakteristik personalitas sendiri-sendiri. Hal ini berarti, bahwa pengaruh yang terjadi, tidak semata-mata diakibatkan oleh adanya stimulus, tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor personalitas. Dengan kata lain, meskipun pesan (stimulus) yang disampaikan media massa sama, namun akibat yang terjadi di kalangan khalayak akan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Sebagai contoh: Si A dan si B, sama-sama menonton TV yang menayangkan acara lawak. Si A merasa terhibur dan tertawa bergelak-gelak karena merasa lucu. Sementara si B, diam saja karena lawakan yang disajikan baginya tidak menimbulkan rasa lucu.

     II.     MODEL PENGARUH PSIKOLOGIS TV DARI COMSTOCK
Model yang dibuat oleh Comstock ini secara khusus mengungkapkan tentang pengaruh televisi (TV) terhadap tingkah laku seseorang. Menurut model ini, TV dapat disejajarkan dengan pengalaman, tindakan atau observasi perorangan yang dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pemahaman ataupun tingkah laku. Dengan demikian, TV tidak hanya dipandang mampu mengajarkan tingkah laku, tetapi juga mampu bertindak sebagai stimulus (rangsangan) untuk membangkitkan tingkah laku yang telah dipelajari dan sumber-sumber lain.
Gambaran mengenai proses pengaruh TV menurut model ini adalah sebagai berikut: Apabila seseorang menonton suatu acara TV yang menggambarkan suatu tingkah laku tertentu, maka ia akan mendapatkan masukan-masukan (inputs) yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Masukan utama adalah gambaran mengenai aksi tertentu (TV act).     Masukan-masukan lainnya mencakup tingkat kesenangan, getaran yang ditimbulkan dalam diri penonton (arousal), daya tank (attractiveness), minat atau kepentingan (interest) dan motivasi (motivation) untuk bertindak sesuai dengan apa yang disajikan dalam acara TV tersebut (semuanya ini secara kolektif disebut sebagai TV arousal), serta aksi-aksi alternatif atau bentuk-bentuk tingkah laku iainnya yang ditayangkan TV dalam konteks yang sama. Di samping itu ada dua faktor lainnya yang menjadi masukan, yakni: persepsi mengenai akibat sebagaimana digambarkan dalam TV (TV perceived consequences), dan persepsi mengenai realitas dan apa yang digambarkan dalam TV (TV perceived reality).
Proporsi utama dari model ini adalah: Suatu gambaran mengenai tingkah laku yang disampaikan TV akan mendorong khalayak untuk cenderung mempelajarinya. Semakin menonjol atau dianggap penting (secara psikologis) gambaran tingkah laku tersebut oleh seseorang, semakin kuat getaran-getaran yang muncul (arousal), dan semakin kuat pengaruhnya terhadap pembentukan tingkah laku dan orang tersebut) Gambar model pengaruh TV dan Comstock ini adalah sebagai berikut.

Input                      : Masukan-masukan berupa pesan-pesan dan atribut-atribut yang menyertainya.

TV arousal      : Getaran yang merangsang munculnya motivasi penonton untuk men iru/melakukan tingkah laku yang digambarkan dalam TV.
TVperceived consequences: Persepsi mengenai akibat dan tingkah laku sebagaimana digambarkan dalam TV.
TV perceived reality   : Persepsi mengenai realitas dan tingkah laku yang digambarkan dalam TV.
TV alternatives            : Tingkah laku sosial lainnya yang digambarkan
TV act                          : Kemungkinan ditirunya tingkah laku yang digambarkan dalam TV.
Upportunity                    : Kesempatan atau peluang untuk melakukan tingkah laku yang digambarkan dalam TV dalam kehidupan sehari-hari.
Display behaviour        : Penampilan tingkah laku sosial sebagaimana digambarkan melalui TV dalam kehidupan sehari-hari.
P = 0                            : Kemungkinan tidak ada (nol).
P 0                               :Kemungkinan ada.
NO                              : Kesempatan atau peluang tidak ada.
Point of entry              : Titik masuk (jalur masuk).
       III.            MODEL KOMUNIKASI DUA TAHAP
Model dari Katz dan Lazarsfeld lazim disebut dengan “two step flow model of communication” (model komunikasi bertahap dua), menjelaskan tentang proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa kepada khalayak. Menurut model ini, penyebaran dan pengaruh informasi yang disampaikan melalui media massa kepada khalayaknya tidak terjadi secara langsung (satu tahap), melainkan melalui perantara seperti misalnya “pemuka pendapat‟ (opinion leaders). Dengan demikian proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa terjadi dalam dua tahap: pertama, informasi mengalir dari media massa ke para pemuka pendapat; kedua, dari pemuka pendapat ke sejumlah orang yang menjadi pengikutnya. ModeI ini dapat digambarkan demikian.
 




Keterangai Gambar
1,2,3,4: Pemuka pendapat
0                    : Para individu yang mempunyai hubungan dengan pemuka pendapat
Asumsi-asumsi yang melatarbelakangi model komunikasi dua tahap ini adalah:
1)                  Warga masyarakat pada dasarnya tidak hidup secara terisolasi, melainkan aktif berinteraksi satu sama lainnya, dan menjadi anggota dari satu atau beberapa kelompok sosial.
2)                  Tanggapan dan reaksi terhadap pesan-pesan media massa tidak terjadi secara Iangsung dan segera, tetapi melalui perantara yakni hubungan-hubungan sosial.
3)                  Para pemuka pendapat umumnya merupakan sekelompok orang yang aktif menggunakan media massa serta berperan sebagai sumber dan rujukan informasi yang berpengaruh.
Studi-studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa di kebanyakan negara berkembang (termasuk Indonesia), proses penyebaran informasi melalui media massa ke khalayak luas memang cenderung mengikuti pola “komunikasi dua tahap”. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, para ahli menemukan bahwa terdapat variasi dalam proses penyebaran informasi. Pola penyebaran informasi tidak selamanya berjalan secara dua tahap, tetapi dapat juga hanya satu tahap, atau lebih dan dua tahap, tergantung dan kondisi individu khalayaknya. Model ini kemudian disebut sebagai “multi step flow communications” atau komunikasi banyak tahap (Schramm, 1973).
Bagi kebanyakan orang di kota-kota besar dan berlatar belakang sosial dan ekonomi relatif tinggi, penyebaran informasi dan media massa kepada mereka umumnya berjalan secara langsung (satu tahap). Sementara bagi orang-orang yang berada di daerah pedesaan dengan latar belakang sosial dan ekonomi yang relatif rendah, proses penyebaran informasi dan media massa tidak berjalan secara langsung, tetapi mengalami beberapa tahap. Misalnya dari media massa, kepada teman dan tetangga yang punya akses terhadap media, baru kepada dirinya, kemudian dikonfirmasikan kepada pemuka pendapat. Atau, dari media massa, ke pemuka pendapat, kepada teman atau tetangga, baru ke dirinya. Dengan demikian, dalam hal pengaruh penyebaran informasi melalui media massa banyak faktor yang menjadi “perantara” (intervening variables).
  

IV. MODEL SPIRAL KEHENINGAN
Model spiral keheningan (the spiral of silence) yang dikemukakan oleh llisabeth Noelle-Neumann (1974), juga menjelaskan tentang dampak penyebaran informasi melalui media massa. Menurut model ini, besar kecilnya pengaruh media massa tergantung ada interaksi antara media massa, komunikasi antarpribadi, dan persepsi seseorang mengenai pendapat dirinya dikaitkan dengan pendapat orang lain yang ada di lingkungan masyarakat sekitarnya. Gambar mengenai model ini adalah sebagai berikut.







Asumsi dari model ini, sebagaimana terlihat dalam gambar di atas, adalah bahwa semakin sering media massa mengemukakan pendapat yang dominan di kalangan masyarakat, semakin memudar atau melemah pendapat-pendapat di kalangan masyarakat yang menentang pendapat dominan tersebut. Jumlah orang yang secara terbuka menentang pendapat dominan yang dikemukakan media massa akan semakin mengecil. Dengan kata lain, suara-suara yang menentang akan semakin hening. Asumsi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada dasarnya, kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung tidak mau mengisolasikan dirinya dari lingkungan masyarakat di sekitamya. Oleh karena itu, biarpun seseorang mempunyai sikap atau pendapat yang berlainan ia akan berusaha untuk tidak menentang secara terbuka terhadap sikap dan pendapat orang-orang lain di lingkungan sekitarnya.

Sumber:
Senjaya Djuarsya, Sasa. Modul: Pengantar Komunikasi.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar