A.
MODEL
DASAR KOMUNIKASI
Model adalah
representasi simbolis dari suatu benda, proses, sistem atau gagasan. Model
dapat berbentuk gambar-gambar graifs, verbal atau matematikal. Perbedaan pokok
antara teori dan model adalah: teori merupakan penjelasan, sementara model
hanya merupakan representasi. Fungsi model ada (4): mengorganisasikan, membantu
menjelaskan, heuristik dan memprediksi.
Secara
umum,model-model komunikasi dapat dibagi dalam lima kelompok. Kelompok pertama,
disebut sebagai model-model dasar. Kelompok dua menyangkut pengaruh personal,
penyebaran dan dampak komunikasi massa terhadap perorangan. Kelompok ketiga
meliputi model-model tentang efek komunikasi massa tehadap kebudayaan dan
masyarakat. Kelompok keempat berisikan tentang model-model yang memusatkan
perhatian kepada khalayak. Kelompok lima mencakup model-model komunikasi
tentang sistem, produksi, seleksi dan alur media massa.
1)
Model
Komunikasi Barnlund
Dean
C. Barnlund, seorang ahli komunikasi Amerika Serikat membuat dua model
komunikasi: model komunikasi “intrapersonal” dan model komunikasi
“antarpersonal”. Gambar mengenai kedua model tersebut adalah sebagai berikut:
Model Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi
intrapersonal atau intra pribadi adalah komunikasi yang terjadi di dalam diri seseorang.
Pengertian komunikasi di sini menunjuk pada proses pengolahan dan pembentukan
informasi melalui sistem syaraf dan otak manusia sehubungan dengan adanya
stimulus yang ditangkap melalui pancaindra. Proses berpikir (mencerna dan
memahami suatu simbol), serta melakukan reaksi atau suatu stimulus, adalah
bagian dari proses komunikasi yang terjadi dalam diri manusia. Jalannya proses
komunikasi intra pribadi ini,menurut Barnlund dapat digambarkan sebagai
berikut:
gambar 1
D : Decoding (pemecahan
arti kode)
E : Encoding
(pembentukan kode)
Cpu : Public Cues
(isyarat publik)
Cpr : Private Cues
(isyarat pribadi)
Cbeh-nv : Nonverbal
Behavioral Cues (isyarat tingkah laku non verbal)
+,0,- : valensi
positif, netral, negatif
Gambar model di atas menjelaskan bahwa pada dasarnya tingkah laku
non verbal seseorang apakah bervalensi positif, netral atau negatif,
dipengaruhi oleh isyarat-isyarat pribadi dan publik yang dialami atau sampai
kepada dirinya.
Dalam kenyataannya, seseorang tentu saja akan mengalami berbagai
isyarat (baik pribadi ataupun publik) yang bervalensi positif, netral maupun
negatif. Namun,menurut model ini, semua isyarat ini setelah di-decode, akan
membentuk (encode) suatu isyarat tingkah laku nonverbal tertentu (positif, netral,
atau negatif).
Model Komunikasi Antar Pribadi
gambar 2
M
: Message (pesan)
Cbeh-v : Verbal Behavioral Cues (isyarat tingkah laku verbal)
Proses komunikasi antar-pribadi seperti digambarkan dalam model di
atas, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari proses komunikasi intrapribadi
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Ada dua elemen tambahan yakni pesan
(M) dan isyarat tingkah laku verbal (Cbeh-v). Dengan demikian pola dan bentuk
komunikasi yang terjadi anatara dua orang dipengaruhi oleh hasil proses
komunikasi intra-pribadi yang terjadi dalam dirinya masing-masing.
2)
Model
Lasswell
Harold
D. Lasswell adalah seorang ilmuwan politik yang juga tertarik mendalami
komunikasi. Bidang studi yang ditekuninya terutama yang menyangkut propoganda
dan komunikasi politik. Karena kontribusinya yang besar terhadap perkembangan
ilmu komunikasi,ia dipanadang sebagai saah seorang dari empat tokoh yang
mendapat sebutan The Founding Fathers.
Menurut
Lasswell, persoalan komunikasi menyangkut 5 (lima) pertanyaan sederhana sebagai
berikut:
Who?
(siapa?)
Says
what? (mengatakan apa?)
In
which channel? (melalui saluran apa?)
To
whom? (kepada siapa?)
With
what effect? (dengan akibat apa?)
Formula
Lasswell tersebut di atas secara sederhana dapat digambarkan dalam model
sebagai berikut:
1:
komunikator
2:
pesan
3:
medium
4:
khalayak
5:
akibat
Model
komunikasi klasik dari Lasswell ini menunjukkan bahwa pihak pengirim pesan
(komunikator) pasti mempunyai keinginan untuk mempengaruhi pihak penerima
(komunikan), dan karenanya komunikasi harus dipandang sebagai upaya persuasi.
Setiap upaya penyampaian pesan dianggap akan menghasilkan dampak postif ataupun
negatif. Dan hal ini, menurut Lasswell banyak ditentukan oleh bentuk dan cara
penyampaiannya. Salah satu kelemahan dari model Lasswell ini adalah tidak
digambarkannya unsur feedback (umpan balik). Sehingga proses komunikasi yang
dijelaskan bersifat linear/searah.
3)
Model
Komunikasi Sirkuler dari Osgood dan Schramm
Model
proses komunikasi yang digambarkan oleh Osgood dan Schramm ini terutama berlaku
untuk bentuk-bentuk komunikasi antar pribadi. Dijelaskan bahwa proses
komunikasi berjalan secara sirkuler, dimana masing-masing pelaku secara
bergantian bertindak sebagai komunikator/sumber dan komunikan/penerima.
Proses
komunikasinya dapat digambarkan demikian: pertama, pelaku komunikasi yang
pertama kali mengambil inisiatif sebagai sumber/komunikator membentuk pesan
(encoding) dan menyampaikannya melalui saluran komunikasi tertentu pada lawan
komunikasinya yang bertindak sebagai penerima/komunikan. Saluran komunikasi
yang digunakan dapat bermacam-macam. Misalnya: telepon, surat, atau bentuk komunikasinya
adalah percakapan langsung secara tatap muka maka yang menjadi salurannya
adalah gelombang udara. Kedua, pihak penerima/komunikan kemudian setelah
menerima pesan akan mengartikan (decoding) dan menginterpretasikan
(interpreting) pesan yang diterima. Apabila ia (penerima/komunikan) mempunyai
tanggapan atau reaksi, maka selanjutnya ia akan membentuk pesan (encoding) dan
menyampaikannya kembali. Kali ini ia bertindak sebagai sumber, dan tanggapan
atau reaksinya disebut sebagai umpan balik. Ketiga, pihak sumber/komunikator
yang pertama sekarang bertindak sebagai penerima/komunikan. Ia akan mengartikan
dan menginterpretasikan pesan yang diterimanya, dan kalau ada tanggapan/reaksi,
kembali ia akan membentuk pesan dan menyampaikannya kembali kepada pasangan
komunikasinya. Demikianlah proses ini akan berlangsung terus-menerus secara
sirkuler. Dengan demikian, menurut model ini masing-masing pelaku komunikasi
akan terlibat dalam proses pembentukan pesan (encoding), penafsiran
(interpreting) pesan, serta penerimaan dan pemecahan kode pesan (decoding).
4)
Model
Komunikasi Gerbner
Model
komunikasi yang dikemukakan Gerbner hampir sama bentuknya yang dengan model
Lasswell. Tapi prosesnya lebih kompleks karena melibatkan elemen-elemen
komunikasi yang lebih banyak. Model komunikasi yang dibuat Gerbner ada dua: model
verbal dan model gambar.
Model
verbal:
Model komunikasi verbal yang dikembangkan Gerbner mencakup sepuluh
(10) unsur sebagai berikut:
Someone (komunikator
dan komunikan)
Perceives an event (persepsi)
And reacts (reaksi)
In a situation (situasi
fisik/psikologis/sosial)
Through some means (saluran/media)
To make available materials (distribusi/administrasi)
In some form (bentuk,
struktur, pola)
And context (konteks)
Conveying content (makna
pesan)
Of some consequence (akibat/hasil)
Model gambar:
M = Manusia atau mesin
S = Bentuk
E = Peristiwa
E1 = Persepsi
E2 = Isi
Model gambar yang
dibuat Gerbner menjelaskan bahwa proses komunikasi diawali dengan suatu
tindakan pemahaman (persepsi). Dimensi pendekatan Gerbner terhadap persepsi ini
dilakukan melalui dua pendekatan: pendekatan transaksional dan pendekatan
psychophysial (psikologi-fisik).
Model verbal dan
Gerbner memberikan gambaran bahwa komunikasi mencakup sebelas (11) komponen:
pelaku komunikasi (komunikator dan komunikan), objek peristiwa, persepsi
terhadap objek peristiwa, reaksi, situasi, saluran/media, distribusi,
bentuk/struktur/pola, konteks, makna isi pesan, dan akibat/hasil. Dengan
demikian, komunikasi menurut Gerbner adalah suatu proses di mana seseorang
(komunikator atau komunikan), mempersepikan suatu objek peristiwa dan bereaksi
dalam suatu situasi, Dengan menggunakan alat atau saluran tertentu agar sesuatu
yang disampaikan itu menjadi ada, dalam bentuk dan konteks tertentu, dengan
makna atau arti tertentu, dan dengan tujuan memperoleh suatu akibat atau hasil
tertentu.
Model gambar yang
dibuat Gerbner menjelaskan bahwa proses komunikasi diawali dengan satu tindakan
pemahaman (persepsi). Dimensi pendekatan Gerbner terhadap persepsi ini
dilukiskan melalui dua pendekatan: pendekatan transaksional dan pendekatan
psychophysical (psikologi-fisik).
Pendekatan
transaksional:
E1 semata-mata dianggap
sebagai fungsi asumsi, pandangan pengalaman dan faktor lain yang berkaitan
dengan pengalaman si M. Seperti apa E1 bagi si M tergantung pada faktor yang
ada di dalam M sendiri.
Pendekatan
“psychophysicaL”:
E itu sendiri merupakan faktor terpenting,
yang menimbulkan persepsi yang jelas dan akurat dalam kondisi yang
menguntungkan. Bagaimana pemahaman M ditentukan oleh caranya memilih,
konteksnya, serta ketersediaan E.
5)
Model
Komunikasi Riley & Riley
Proses komunikasi pada model-model yang terdahulu sepertinya
mengasumsikan terjadinya suatu kevakuman sosial di mana pengaruh lingkungan
tidak perlu dipersoalkan. HaI ini dikritik oleh John W. Riley dan Mathilda W.
Riley (1959) dalam tulisannya tentang Mass Communication The Social System.
Manusia, menurut mereka, sebagai Homo Comunicas sebenarnya
merupakan bagian dari suatu lingkungan atau sistem dengan struktur yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, pengamatan terhadap tingkah laku komunikasi
manusia perlu dipandang secara sosiologis. Riley dan Riley mengatakan bahwa
komunikan dalam menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak Iangsung
bereaksi begitu saja. Ada faktor-faktor di luar dirinya yang turut mempengaruhi
dan bahkan mengendalikan aksi dan reaksinya terhadap suatu pesan yang
diterimanya. Faktor-faktor yang dimaksud adalah terutama berkaitan dengan peran
dan kelompok primer (misalkan keluarga) dan kelompok Iainnya yang menjadi
rujukan (referensi) dan si komunikan. Nilai-nilai yang berlaku pada kelompok
primer dan kelompok rujukan inilah yang lazimnya mempengaruhi komunikan dalam
menentukan sikap dan tindakannya. Hal ini terjadi karena umumnya orang akan
selalu berusaha agar sikap dan tindakannya tidak terlalu menyimpang dan
nilai-nilai kelompok di lingkungannya.
Model Riley dan Riley ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
C : Communicator (komunikator)
R : Receiver (penerima/komunikan)
Message :
Pesan
Primary group :
kelompok primer seperti keluarga
Large social structure :
Struktur sosial yang lebih besar
6)
Model
Newcomb
Model
komunikasi yang dikembangkan Newcomb merupakan model komunikasi antarpribadi.
Melalui modelnya ini Newcomb menggambarkan tentang dinamika hubungan komunikasi
antara dua individu tentang suatu objek yang dipersoalkan mereka.
Menurut
model Newcomb, yang kemudian dikenal dengan sebutan “model keseimbangan”, pola
komunikasi yang terjadi antara dua individu mempunyai dua bentuk atau situasi:
“seimbang dan “tidak seimbang”. Situasi komunikasi seimbang akan terjadi apabila
dua orang yang berkomunikasi tentang suatu hal/objek sama-sama mempunyai sikap
menyukai atau memiliki selera yang sama terhadap hal/objek yang dibicarakan.
Keadaan tidak seimbang terjadi apabila terdapat perbedaan sikap di antara kedua
orang tersebut. Namun, apabila keadaan tidak seimbang ini terjadi, umumnya
masing-masing pihak berupaya untuk mengurangi perbedaan sehingga keadaan
“relatif seimbang” bisa tercapai. Sementara kalau keadaan seimbang terjadi
masing-masing pihak berusaha untuk terus mempertahankannya. Menjaga
keseimbangan inilah yang menurut Newcomb merupakan hakikat utama dan komunikasi
antarpribadi.
A:
individu 1
B:
individu 2
X:
objek pembicaraan
7)
Model
Komunikasi Shannon dan Weaver
Model
komunikasi dari Shannon dan Weaver melibatkan tujuh (7 komponen komunikasi.
Ketujuh komponen komunikasi tersebut adalah: information source (sumber
informasi), message (pesan), transmitter (alat/saluran penyampaian), signal
(tanda, sinyal), receiver
(penerima), destination (sasaran
penerima pesan), noise source (sumber gangguan). Gambar proses komunikasi
menurut model ini adalah sebagai berikut.
I-S = Information Source (sumber informasi)
M =
Message (pesan)
T =
Transmiter (alat/saluran penyampaian)
S =
Signal (tanda, sinyal)
R-S
= Received signal (sinyal yang diterima)
R =
Receiver (alat penerima)
D =
Destination (sasaran penerima pesan)
N-S
= Noise source (sumber gangguan)
Gambar
model komunikasi dan Shannon dan Weaver di atas menjelaskan bahwa proses
komunikasi dimulai dengan adanya suatu sumber Informasi. Sumber informasi
tersebut kemudian membentuk pesan atau serangkaian pesan untuk dikomunikasikan.
Tahap berikutnya adalah pengolahan pesan ke dalam tanda-tanda atau
lambang-lambang yang disampaikan melalui transmiter atau saluran kepada
penerima sasaran. Pihak penerima selanjutnya akan menginterpretasikan
tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut sehingga menghasilkan sesuatu. Hasilnya
disebut Shannon dan Weaver sebagai destination. Dalam prakteknya, proses
penyampaian pesan ini juga tidak terlepas dari adanya gangguan (noise). Apabila
gangguan tersebut tidak dapat diatasi maka makna atau arti pesan yang ditangkap
oleh penerima, kemungkinan berbeda dengan makna atau arti pesan yang dimaksud
oleh sumber pengirim.
8)
Model
Komunikasi DeFleur
Model
komunikasi yang dibuat oleh Melvin DeFleur pada dasarnya merupakan pengembangan
dari model komunikasi yang dibuat oleh Shannon dan Weaver. Model DeFleur ini cocok untuk menggambarkan proses
komunikasi melalui media massa (komunikasi massa). Di dalamnya tercakup 8
(delapan) komponen proses komunikasi massa, yaitu: source, transmitter,
channel, receiver, destination, noise, mass medium device (sarana medium
massa), dan feedback device (sarana penyampai umpan balik).
Source : Sumber pengirim
Transmitter : Alat pengolah
informasi
Channel : Saluran
Receiver : Penerima
Destination : Tujuan
Noise : Gangguan yang terjadi
Mass medium device : Perangkat media
massa
Feedback device : Perangkat umpan
balik
Gambar model komunikasi dari DeFleur dapat dijelaskan sebagai
berikut: Sumber yang bermaksud mengkomunikasikan sesuatu hal kepada sasaran penerima
pertama-tama akan terlibat dalam proses pengolahan atau pembentukan
simbol-simbol pesan melalui transmiter, sehingga menghasilkan suatu pesan yang
bermakna. Simbol-simbol pesan ini kemudian disampaikan me!alui suatu saluran
atau medium kepada penerima dengan tujuan tertentu. Pihak penerima dalam menerima
pesan tersebut juga terlibat dalam proses pengolahan dan pengartian makan pesan
dan kembali menyampaikan tanggapannya melalui suatu saluran tertentu kepada
pihak pengirim. Demikianlah proses ini terus berlangsung secara dinamis dan
berjalan secara timbal balik. Namun, dalam prakteknya proses komunikasi yang
terjadi tidak bisa luput dari adanya gangguan-gangguan. Gangguan dapat timbul
pada unsur pengirim, transmitter, saluran yang dipergunakan, pihak penerima
atau pada pengartian makna pesan. Namun, menurut DeFleur, adanya gangguan
inilah yang menyebabkan proses komunikasi yang terjadi berjalan lebih dinamis.
B.
MODEL-MODEL
PENGARUH KOMUNIKASI
Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan beberapa model dasar yang
menjelaskan tentang bagaimana jalannya proses komunikasi. Materi dalam bagian
ini secara khusus akan difokuskan pada pembahasan mengenai model-model tentang
pengaruh komunikasi, khususnya dalam konteks komunikasi massa. Terdapat banyak
model yang menjelaskan tentang proses dan pengaruh komunikasi massa. Empat di
antaranya yang akan dibahas dalam bagian ini adalah model stimulus-response
dari DeFleur, model “pengaruh psikologi televisi” dari Comstock, model
“komunikasi dua tahap” dari Katz dan Lazarsfeld, dan model “spiral keheningan”
(the spiral of silence) dari Noelle-Neumann.
I. MODEL STIMULUS-RESPONSE
I. MODEL STIMULUS-RESPONSE
Model Stimulus-Response (Rangsangan-Tanggapan), atau lebih populer
dengan sebutan model S-R menjelaskan tentang pengaruh yang terjadi pada pihak
penerima (receiver) sebagai akibat dari komunikasi. Menurut model ini, dampak
atau pengaruh yang terjadi pada pihak penerima, pada dasarnya merupakan suatu reaksi
tertentu dan “stimulus” (rangsangan) tertentu. Dengan demikian, besar kecilnya
pengaruh serta dalam bentuk apa pengaruh tersebut terjadi, tergantung pada isi
dan penyajian stimulus. Model S-R dapat digambarkan sebagai berikut.
Sebagaimana terlihat dalam gambar di atas, model ini memberikan
gambaran tentang tiga (3) elemen penting: Stimulus (S), yakni pesan Organisme
(O), dalam hal ini pihak penerima (receiver); dan Response (R), yakni akibat
atau pengaruh yang terjadi.
Model S-R ini ada kaitannya dengan asumsi dan model “janum suntik”
yang berpandangan bahwa media massa mempunyai pengaruh langsung kepada
khalayaknya. Isi media massa diibaratkan sebagai jarum yang disuntikkan ke
tubuh khalayak, sehingga menghasilkan pengaruh yang sesuai dengan isinya. Dalam
dunia kedokteran kita mengetahui bahwa apabila seorang pasien disuntik obat
tidur, ia akan tidur. Asumsi mengenai kekuatan pengaruh dari media massa ini
didasarkan atas pemikiran bahwa masyarakat, ibarat atom-atom sosial merupakan
sekumpulan individu-individu yang terpisah-pisah dan bertingkah laku sesuai
keinginannya masing-masing. Dalam masyarakat yang atomistis demikian,
kendala-kendala sosial jarang terjadi dan pengaruh dan ikatan-ikatan sosial
sangat kecil.
Model S-R ini kemudian banyak dikritik karena masyarakat dalam
menerima pesan dari media massa dipandang tidak bersikap dan bertindak pasif,
melainkan aktif dan selektif. Atas dasar hal tersebut DeFleur kemudian
melakukan modifikasi terhadap model S-R. Menurut DeFleur, penerimaan khalayak
atas berbagai stimulus yang disampaikan melalui media massa berbeda antara satu
orang dengan orang lainnya. Karena, setiap orang mempunyai karakteristik
personalitas sendiri-sendiri. Hal ini berarti, bahwa pengaruh yang terjadi,
tidak semata-mata diakibatkan oleh adanya stimulus, tetapi juga ditentukan oleh
faktor-faktor personalitas. Dengan kata lain, meskipun pesan (stimulus) yang
disampaikan media massa sama, namun akibat yang terjadi di kalangan khalayak
akan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Sebagai contoh: Si A dan si
B, sama-sama menonton TV yang menayangkan acara lawak. Si A merasa terhibur dan
tertawa bergelak-gelak karena merasa lucu. Sementara si B, diam saja karena
lawakan yang disajikan baginya tidak menimbulkan rasa lucu.
II. MODEL PENGARUH PSIKOLOGIS TV DARI COMSTOCK
Model yang dibuat oleh Comstock ini secara khusus mengungkapkan
tentang pengaruh televisi (TV) terhadap tingkah laku seseorang. Menurut model
ini, TV dapat disejajarkan dengan pengalaman, tindakan atau observasi
perorangan yang dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pemahaman ataupun
tingkah laku. Dengan demikian, TV tidak hanya dipandang mampu mengajarkan
tingkah laku, tetapi juga mampu bertindak sebagai stimulus (rangsangan) untuk
membangkitkan tingkah laku yang telah dipelajari dan sumber-sumber lain.
Gambaran mengenai proses pengaruh TV menurut model ini adalah
sebagai berikut: Apabila seseorang menonton suatu acara TV yang menggambarkan
suatu tingkah laku tertentu, maka ia akan mendapatkan masukan-masukan (inputs)
yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Masukan utama adalah gambaran
mengenai aksi tertentu (TV act). Masukan-masukan
lainnya mencakup tingkat kesenangan, getaran yang ditimbulkan dalam diri
penonton (arousal), daya tank (attractiveness), minat atau kepentingan
(interest) dan motivasi (motivation) untuk bertindak sesuai dengan apa yang
disajikan dalam acara TV tersebut (semuanya ini secara kolektif disebut sebagai
TV arousal), serta aksi-aksi alternatif atau bentuk-bentuk tingkah laku iainnya
yang ditayangkan TV dalam konteks yang sama. Di samping itu ada dua faktor
lainnya yang menjadi masukan, yakni: persepsi mengenai akibat sebagaimana
digambarkan dalam TV (TV perceived consequences), dan persepsi mengenai
realitas dan apa yang digambarkan dalam TV (TV perceived reality).
Proporsi utama dari model ini adalah: Suatu gambaran mengenai
tingkah laku yang disampaikan TV akan mendorong khalayak untuk cenderung
mempelajarinya. Semakin menonjol atau dianggap penting (secara psikologis)
gambaran tingkah laku tersebut oleh seseorang, semakin kuat getaran-getaran
yang muncul (arousal), dan semakin kuat pengaruhnya terhadap pembentukan
tingkah laku dan orang tersebut) Gambar model pengaruh TV dan Comstock ini
adalah sebagai berikut.
Input :
Masukan-masukan berupa pesan-pesan dan atribut-atribut yang menyertainya.
TV arousal : Getaran yang merangsang munculnya motivasi penonton
untuk men iru/melakukan tingkah laku yang digambarkan dalam TV.
TVperceived consequences: Persepsi mengenai akibat dan tingkah laku
sebagaimana digambarkan dalam TV.
TV perceived reality :
Persepsi mengenai realitas dan tingkah laku yang digambarkan dalam TV.
TV alternatives :
Tingkah laku sosial lainnya yang digambarkan
TV act :
Kemungkinan ditirunya tingkah laku yang digambarkan dalam TV.
Upportunity : Kesempatan atau peluang
untuk melakukan tingkah laku yang digambarkan dalam TV dalam kehidupan
sehari-hari.
Display
behaviour : Penampilan tingkah
laku sosial sebagaimana digambarkan melalui TV dalam kehidupan sehari-hari.
P = 0 :
Kemungkinan tidak ada (nol).
P 0 :Kemungkinan
ada.
NO :
Kesempatan atau peluang tidak ada.
Point of entry :
Titik masuk (jalur masuk).
III.
MODEL
KOMUNIKASI DUA TAHAP
Model
dari Katz dan Lazarsfeld lazim disebut dengan “two step flow model of
communication” (model komunikasi bertahap dua), menjelaskan tentang proses
pengaruh penyebaran informasi melalui media massa kepada khalayak. Menurut
model ini, penyebaran dan pengaruh informasi yang disampaikan melalui media
massa kepada khalayaknya tidak terjadi secara langsung (satu tahap), melainkan
melalui perantara seperti misalnya “pemuka pendapat‟ (opinion leaders). Dengan
demikian proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa terjadi dalam
dua tahap: pertama, informasi mengalir dari media massa ke para pemuka
pendapat; kedua, dari pemuka pendapat ke sejumlah orang yang menjadi
pengikutnya. ModeI ini dapat digambarkan demikian.
Keterangai Gambar
1,2,3,4: Pemuka pendapat
0
:
Para individu yang mempunyai hubungan dengan pemuka pendapat
Asumsi-asumsi yang melatarbelakangi model komunikasi dua tahap ini
adalah:
1)
Warga
masyarakat pada dasarnya tidak hidup secara terisolasi, melainkan aktif
berinteraksi satu sama lainnya, dan menjadi anggota dari satu atau beberapa
kelompok sosial.
2)
Tanggapan
dan reaksi terhadap pesan-pesan media massa tidak terjadi secara Iangsung dan
segera, tetapi melalui perantara yakni hubungan-hubungan sosial.
3)
Para
pemuka pendapat umumnya merupakan sekelompok orang yang aktif menggunakan media
massa serta berperan sebagai sumber dan rujukan informasi yang berpengaruh.
Studi-studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa di kebanyakan
negara berkembang (termasuk Indonesia), proses penyebaran informasi melalui media
massa ke khalayak luas memang cenderung mengikuti pola “komunikasi dua tahap”.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, para ahli menemukan bahwa terdapat
variasi dalam proses penyebaran informasi. Pola penyebaran informasi tidak
selamanya berjalan secara dua tahap, tetapi dapat juga hanya satu tahap, atau
lebih dan dua tahap, tergantung dan kondisi individu khalayaknya. Model ini
kemudian disebut sebagai “multi step flow communications” atau komunikasi
banyak tahap (Schramm, 1973).
Bagi kebanyakan orang di kota-kota besar dan berlatar belakang
sosial dan ekonomi relatif tinggi, penyebaran informasi dan media massa kepada
mereka umumnya berjalan secara langsung (satu tahap). Sementara bagi
orang-orang yang berada di daerah pedesaan dengan latar belakang sosial dan
ekonomi yang relatif rendah, proses penyebaran informasi dan media massa tidak
berjalan secara langsung, tetapi mengalami beberapa tahap. Misalnya dari media
massa, kepada teman dan tetangga yang punya akses terhadap media, baru kepada
dirinya, kemudian dikonfirmasikan kepada pemuka pendapat. Atau, dari media
massa, ke pemuka pendapat, kepada teman atau tetangga, baru ke dirinya. Dengan
demikian, dalam hal pengaruh penyebaran informasi melalui media massa banyak
faktor yang menjadi “perantara” (intervening variables).
IV. MODEL SPIRAL KEHENINGAN
IV. MODEL SPIRAL KEHENINGAN
Model spiral keheningan (the spiral of silence) yang dikemukakan
oleh llisabeth Noelle-Neumann (1974), juga menjelaskan tentang dampak
penyebaran informasi melalui media massa. Menurut model ini, besar kecilnya pengaruh
media massa tergantung ada interaksi antara media massa, komunikasi
antarpribadi, dan persepsi seseorang mengenai pendapat dirinya dikaitkan dengan
pendapat orang lain yang ada di lingkungan masyarakat sekitarnya. Gambar
mengenai model ini adalah sebagai berikut.
Asumsi dari model ini, sebagaimana terlihat dalam gambar di atas,
adalah bahwa semakin sering media massa mengemukakan pendapat yang dominan di
kalangan masyarakat, semakin memudar atau melemah pendapat-pendapat di kalangan
masyarakat yang menentang pendapat dominan tersebut. Jumlah orang yang secara
terbuka menentang pendapat dominan yang dikemukakan media massa akan semakin
mengecil. Dengan kata lain, suara-suara yang menentang akan semakin hening.
Asumsi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada dasarnya, kebanyakan orang
dalam masyarakat cenderung tidak mau mengisolasikan dirinya dari lingkungan
masyarakat di sekitamya. Oleh karena itu, biarpun seseorang mempunyai sikap
atau pendapat yang berlainan ia akan berusaha untuk tidak menentang secara
terbuka terhadap sikap dan pendapat orang-orang lain di lingkungan sekitarnya.
Sumber:
Senjaya Djuarsya, Sasa. Modul: Pengantar Komunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar