Tentang
kita
Kamis, 21 April 2016
CERPEN
Without My Lover
By Risky Amaliyah
hujan
lebat mengguyur tubuhku yang terbaring kaku di bahu jalan. Aku tak mampu
menggerakan badan sama sekali. Sekuat tenaga kucoba membuka mata. Aku melihat Refan
terbujur kaku dan darah mengalir deras dari kepalanya. Samar-samar terdengar
beberapa pemuda berlari ke arahku.
“tolong,
cepat kesini! Dia banyak kehilangan darah” lalu, seketika semuanya menjadi
gelap.
***
Aku
terbangun di ruangan yang sangat asing bagiku. “ ini dimana?” tanyaku pada
wanita yang mengenakan pakaian serba putih.
“syukurlah
kamu sudah sadar, kamu sekarang ada di rumah sakit” jawabnya. Aku mencoba
mengingat-ingat apa yang sudah terjadi. “istirahatlah, sebentar lagi dokter
akan datang memeriksamu” suster itu kemudian keluar dari ruangan.
Aku
mencoba mengingat-ingat kembali kejadian semalam yang menimpa diriku dan
tunanganku, Refan. Aku mengingat malam itu hujan lebat, Refan menyetir mobil
dengan laju cukup tinggi. Oh tidak, aku mulai ingat. Refan berhenti mendadak
karena mobil dari arah berlawanan yang juga melaju dengan kecepatan tinggi
menuju ke arah kami. Mobil itu lepas kendali. Refan mencoba menghindar namun
naas mobil kami menabrak trotoar jalan hingga aku terlempar keluar. Dan Refan,
aku tidak tahu bagaimana keadaannya. Dimana dia?
“Fina”
pandanganku tertuju pada wanita yang masuk ke dalam kamar.
“Seli,
dimana Refan? Aku pengen ketemu” tanyaku berharap Ia tahu. Namun Seli tak
menggubrisnya. Ia justru memelukku dan berkata bahwa Refan koma. Bagaimana aku
bisa tenang dengan keadaan seperti ini. Sebentar lagi adalah hari pernikahanku.
Aku menangis dalam pelukan Seli. Aku berharap semua ini hanya mimpi.
***
Dua
minggu di rumah sakit, akhirnya dokter mengizinkanku pulang. Seli membantu
membereskan semua barang-barangku. Aku beruntung memilikinya, dia tidak hanya
sebagai sahabat, tapi sudah seperti saudaraku.
“Sel,
gimana kabarnya Refan? Apa ada perkembangan?” aku merasa sedih. Aku sangat
mengkhawatirkannya.
“hm,
kamu gak usah khawatir ya. Kita doain aja yang terbaik” sorot mata Seli seakan
menyimpan kesedihan yang Ia coba tutupi dariku.
“untuk saat ini kamu jangan dulu temuin Refan.
Kata dokter dia benar-benar harus istirahat total” ujarnya.
Aku
hanya mengangguk. Kemudian Seli menuntunku naik ke atas kursi roda. Aku
menghela napas. Berharap Refan segera sadar dan baik-baik saja. Amin.
Setibanya
di rumah, Seli kembali menuntunku menuju kamar. Perlahan aku merebahkan tubuh
di atas kasur yang kurindukan. Meski aku sudah di rumah, pikiranku berkelana
memikirkan Refan. “Fin, aku pergi dulu ya. Mama minta di jemput nih” aku
mengangguk. Seli pun berlalu.
Aku
memejamkan mata mencoba untuk tidur, namun tiba-tiba terdengan seseorang
mengetuk pintu. Aku menuju ke ruang tamu lalu membuka pintu. Oh Tuhan,
terimakasih.
“kamu
gak apa-apakan?” aku memeluk Refan. “aku gak apa-apa” Refan membalas pelukanku.
Aku
mengajaknya masuk ke dalam rumah. Aku menceritakan semua kegelisahanku selama
ini sejak ia tak berada disisiku. Aku sangat bahagia dia baik-baik saja. Refan
mengatakan bahwa ia sudah mendapat izin dari dokter untuk pulang hari ini.
Karena rindu yang tak berkesudahan, ia menemuiku.
“tapi
kamu masih keliatan lemes, muka kamu juga pucat, bener kamu udah baikan?”
“iya
bener. Kamu gak usah khawatir ya. Aku kesini untuk ketemu sama kamu”
Aku
tersenyum. Rasa syukur tak henti ku panjatkan pada-Nya.
“oh
iya, Fin. Apa kamu gak keberatan kalau besok pagi kita pergi fitting baju
pengantin?” tanya Refan.
“ya
enggaklah. Justru aku pengen banget” aku tak sabar menunggu hari bahagia itu datang.
***
“gimana
Fan? Cantik gak?” aku berputar-putar dengan gaun putih indah yang kukenakan.
“kamu
cantik” Refan memujiku dengan senyum manis di bibirnya.
“kita
akan menjadi pasangan serasi di dunia ini wahai pangeranku” kataku menirukan
gaya bicara film-film romantis yang pernah ku tonton. Refan kembali tersenyum.
Dia terlihat sangat tampan. Satu stel jas pengantin pria yang serasi dipakai
olehnya. Aku bahagia. Sungguh.
“setelah
ini, kita mau kemana lagi?”
“kita
pergi membeli cincin”
“Fan,
sungguh. Aku seneng banget. Aku udah gak sabar menunggu hari itu datang”
“aku
hanya ingin membahagiakan kamu selagi masih ada waktu” katanya.
“selagi
ada waktu? Maksud kamu?” tanyaku kebingungan.
“ngak
kok. Hehehe. Udah ah kita berangkat sekarang. Masih banyak yang harus kita
urus”
Aku
dan Refan kemudian menuju ke mobil. Kami berkeliling mengunjungi setiap sudut
kota. Hari ini aku dikelilingi kebahagian. Inilah yang orang-orang sering
katakan “seakan dunia milik berdua”.
Hari
sudah sore, matahari mulai surut di ufuk timur.
“sore
yang indah” kataku memandang laut lepas.
Refan
menggengam tanganku. Aku pun membalasnya.
“aku
selalu berharap hari itu segera datang. Melihat kamu tersenyum bahagia.
Orang-orang menyaksikan kita bersanding di pelaminan. Mereka datang pada kita
bersalaman dan mengucapkan selamat” ujarnya.
Aku
senang Refan juga mengharapkan hal yang sama sepertiku.
“Fan,
apa kamu sudah siap menikah denganku?” tanyaku membuat Refan menatapku dengan
tajam.
“untuk
apa aku melakukan ini semua? Kamu tidak perlu menanyakan hal ini. Kamu tahu
jelas apa yang aku inginkan. Adalah menikah denganmu”
Aku
menangis haru. Bahagia rasanya mencintai dia yang mencintaiku. Hingga tanpa
sadar, hari pun makin gelap. Lalu Refan mengantarku Pulang. Meskipun aku yang
mengemudi, tetap saja aku anggap dia mengantarku pulang.
***
“Fin,
bangun” cahaya masuk dari jendela yang dibuka Seli menusuk mataku.
rupanya
aku bangun kesiangan. sepertinya aku kelelahan hingga tertidur pulas semalaman.
“kamu
dari mana saja? Kemarin aku kesini tapi kamu gak ada. Handphone kamu juga gak
aktif” ujar Seli dengan kesal.
“ya
maaf, Hp aku lobet kali. Lagian kamu gak usah khawatir. Aku jalan sama Refan”
“hah!
Refan?” Seli terkejut mendengar nama Refan. Sorot matanya menajam.
Ia
mencoba memeriksa keadannku dengan meletakkan tangannya di keningku. Mungkin Ia
Memastikan apa aku sakit atau tidak.
“kamu
kenapa sih? Aku baik-baik aja”
“Fin,
tapi Refan udah gak ada. Semalam mamanya telelpon aku. dia udah meninggal.
Setelah koma beberapa minggu di rumah sakit. Maafin aku gak ngabarin kamu
semalam, aku pikir lebih baik aku ngomong ini langsung ke kamu” Sila memelukku
dengan erat sambil menangis.
Aku
tidak percaya. “enggak Sel, aku beneran jalan sama Refan. Kamu lihat, ini semua
aku beli sama dia kemarin. Aku gak percaya” aku masih tidak percaya. Aku meraih
baju pengantinku, memeluknya erat. Aku tetap tidak percaya, tapi tak kuasa, air
mataku pun jatuh tak terbendung. Sila semakin erat memelukku. Aku menangis
sejadinya. “aku gak percaya”.
Air
mataku mengalir deras. Ini tidak mungkin terjadi. Tidak, tidak mungkin. Kami
akan menikah. Refan tidak mungkin menghianatiku. “Sel, Refan gak mungkin...”
aku terpenggal-penggal. Seli terus mendekapku. Aku tidak percaya.
Rabu, 20 April 2016
Model Komunikasi Schramm
Model Komunikasi Schramm
Wilbur Schramm membuat serangkaian model komunikasi, dimulai dengan
model komunikasi manusia yang sederhana (1954), lalu model yang lebih rumit
yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi, hingga
ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu.
Menurut Wilbur
Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur: sumber
(source), pesan (message), dan sasaran (destination).
1. Model
pertama mirip dengan model Shannon dan Weaver.
Model ini
didasari paradigma stimulus-respons. Menurut paradigma ini, komunikan akan
memberikan respons sesuai stimulus yang diterimanya. Komunikan adalah makhluk
pasif, menerima apapun yang disampaikan komunikator kepadanya. Komunikator
aktif menyampaikan pesan, komunikan pasif menerima pesan, pesan berlangsung
searah dan relatif tanpa umpan
balik, karena itu disebut linear.
2. Model
kedua Schramm memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman
sumber dan sasaran-lah yang sebenarnya dikomunikasikan, karena bagian sinyal
itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran.
Sumber dapat
menyandi dan sasaran dapat menyandi-balik pesan, berdasarkan pengalaman yang
dimilikinya masing-masing. Bila kedua lingkaran memiliki wilayah bersama yang
besar, maka komunikasi mudah dilakukan. Semakin besar wilayah tersebut, semakin
miriplah bidang pengalaman (field of experience) yang dimiliki kedua pihak yang
berkomunikasi. Bila kedua lingkaran itu tidak bertemu -artinya bila tidak ada
pengalaman bersama –maka komunikasi tidak mungkin berlangsung. Bila wilayah
yang berimpit itu kecil –artinya bila pengalaman sumber dan pengalaman sasaran
sangat jauh berbeda –maka sangat sulit untuk menyampaikan makna dari seseorang
kepada orang lain.
Sumber:
www.google.com
Proses
komunikasinya dapat digambarkan demikian: pertama, pelaku komunikasi yang
pertama kali mengambil inisiatif sebagai sumber/komunikator membentuk pesan
(encoding) dan menyampaikan melalui suatu saluran komunikasi tertentu kepada
lawan komunikasinya yang bertindak sebagai penerima/komunikan. Saluran
komunikasi yang dipergunakan dapat bermacam-macam. Misalnya: telepon, surat,
atau kalau bentuk komunikasinya adalah percakapan langsung secara tatap muka
maka yang menjadi salurannya adalah gelombang udara.
Kedua,
pihak penerima/komunikan kemudian setelah menerima pesan akan mengartikan
(decoding) dan menginterpretasikan (interpreting) pesan yang diterimanya.
Apabila ia (penerima/komunikan) mempunyai tanggapan atau reaksi, maka
selanjutnya ia akan membentuk pesan (encoding) dan menyampaikannya kembali.
Kali ini ia bertindak sebagai sumber, dan tanggapan atau reaksi disebut sebagai
umpan balik.
Ketiga,
pihak sumber/komunikator yang pertama sekarang bertindak sebagai
penerima/komunikan. Ia akan mengartikan dan menginterpretasikan pesan yang
diterimanya, dan kalau ada tanggapan/reaksi, kembali ia akan membentuk pesan
dan menyampaikannya kembali ke pasangan komunikasinya. Demikianlah proses ini
berlangsung terus menerus secara sirkuler. Dengan demikian, menurut model ini
masing-masing pelaku komunikasi akan terlibat dalam proses pembentukan pesan
(encoding), penafsiran (interpreting) pesan, serta penerimaan dan pemecahan
kode pesan (decoding).
Sumber:
Mulyana, Deddy.
2013. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rohim, Syaiful.
2009. TEORI KOMUNIKASI perspektif, ragam & aplikasi. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Modul Pengantar
Komunikasi oleh Sasa Djuarsya Senjaya
Langganan:
Postingan (Atom)