Goresan Pena Risky Amaliyah

Kamis, 26 Mei 2016

Klasifikasi Teori



KLASIFIKASI TEORI

1.        Grand Theory
Grand Theory adalah  teori yang secara keseluruhan (garis besar) mencoba menjelaskan suatu peristiwa atau kasus. Grand theory istilah yang diciptakan oleh C. Wrihgt Mills (1959) dalam “the sociological imagination”. Grand theory menekankan pada konsep keseimbangan, pengambilan keputusan, sistem dan bentuk komunikasi sebagai sarana dasar  perangkat pengatur untuk mengakaji hubungan internasional.
Grand theory dicetuskan oleh John dollard dan Neal E. Miller. Inti teori ini menyatakan bahwa ketika suatu individu diberikan stimulus tertentu, maka individu tersebut akan memberikan respon tertentu pula.
Grand theory adalah teori dalam arti luas, bertujuan untuk menjelaskan mengenai semua perilaku komunikasi dengan cara yang benar secara universal.
Yang termasuk dalam grand theory diantaranya adalah sebagai berikut.
1)    Teori interaksionisme Simbolik
Menurut Kamus komunikasi (Effendy 1989:184) interaksi adalah proses saling mempengaruhi dalam bentuk perilaku atau kegiatan diantara anggota-anggota masyarakat. Sedangkan simbolik artinya melambangkan sesuatu.
Teori ini berasal dari George Harbert Mead (1863-1931) meluncurkan sebuah catatan “The Theoritical Perspective” yang perkembangannya menjadi cikal bakal teori interaksi sosial. Mead tertarik pada interaksi, dimana isyarat non verbal dan makna dari suatu pesan verbal akan mempengaruhi pikiran seseorang yang sedang berintraksi.
Perilaku seseorang di pengaruhi oleh symbol yang diberikan oleh orang lain melalui pemberian isyarat berupa symbol maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud dan sebaliknya dengan cara membaca symbol yang ditampilkan orang lain.
Teori interaksi simbolik menekankan pada interaksi dan symbol, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu. Menurut Ralph Larossa dan Ronnad C Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008:96) interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi bagaimana manusia bersama orang lain menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia.
Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pemikiran manusia mengenai diri dan hubungannya di tengah interaksi sosial dan bertujuan akhir untuk memediasi serta menginterprestasi makna di tengah masyarakat, dimana individu tersebut menetap.
Tiga tema konsep pemikiran George Harbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:
a)      Pentingnya makna bagi perilaku manusia
b)      Pentingnya konsep mengenai diri
c)      Hubungan antara individu dan masyarakat

2)        Teori Marxisme
 Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis. Teori ini merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan sahabatnya, Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme.

3)        Teori Tindakan Sosial
Teori ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran sosiolog sebelumnya, seperti Alfred Marshall, Vilfredo Pareto, Emile Durkheim, dan Max Weber yang dituangkan dalam karyanya The Structure of Social Action (1937). Inti argumennya adalah bahwa keempat tokoh teoretisi tersebut akhirnya sampai pada suatu titik temu dengan elemen-elemen dasar untuk suatu teori tindakan sosial yang bersifat voluntaristik, walaupun mereka berbeda dalam titik tolaknya. Dalam analisisnya, Parsons menggunakan kerangka alat tujuan (means ends framework) yang intinya:
 (a) tindakan itu diarahkan pada tujuannya atau memiliki suatu tujuan;
(b) tindakan terjadi dalam suatu situasi, di mana beberapa elemennya sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut:
(c) secara normatif tindakan itu diatur sehuhungan dengan penentuan alat dan tujuan. Dalam arti bahwa tindakan itu dilihat sebagai satuan kenyataan sosial yang paling kecil dan paling fundamental. Elemen-elemen dasar dari suatu tindakan adalah tujuan, alat, kondisi, dan norma (Johnson. 1986: 106). Antara alat dan kondisi itu berbeda, orang yang bertindak mampu menggunakan alat dalam usahanya untuk mencapai tujuan, sedangkan kondisi merupakan aspek situasi yang dapat dikontrol oleh orang yang bertindak.

4)        Teori Sistem Sosial
Teori ini melihat bahwa kenyataan sosial dari suatu perspektif yang sangat luas, tidak terbatas pada tingkat struktur sosial saja. Berulang kali ia menunjuk pendekatannya sebagai suatu teori mengenai tindakan yang bersifat umum, ia ungkapkan ide-idenya tersebut dalam karyanya Toward A General Theory of Action (1951a) bersama Edward A. Shils dalam The Social System (1951b). Sistem sosial hanyalah salah satu dari sistem-sistem yang termasuk dalam perspektif keseluruhan. Sistem kepribadian dan sistem budaya merupakan sistem-sistem yang secara analitis dapat dibedakan, termasuk di dalamnya. Dalam analisis lebih lanjut, sistem-sistem sosial terbentuk dari tindakan-tindakan sosial individu.
Dalam teori sistem sosial tersebut, Parsons dan rekan-rekannya mengembangkan kerangka A-G-I-L (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latent Pattern Maintenance) (Johnson, 1986: 129-131), sebagai empat persyaratan fungsional dalam semua sistem sosial yang dikembangkan.
Adaptation menunjuk kepada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya yang bersifat transformasi aktif dari situasi yang pada umumnya segi-segi situasi yang dapat dimanipulasi sebagai alat untuk mencapai tujuan dan inflexible suatu kondisi yang tidak dapat ataupun sukar diubah.
    Goal Attainment merupakan persyaratan fungsional yang berasumsi bahwa tindakan itu selalu diarahkan pada tujuannya, terutama pada tujuan bersama para anggota dalam suatu sistem sosial.
    Integration merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota dalam suatu sistem sosial.
    Latent Pattern Maintenance menunjukkan pada berhentinya interaksi, baik itu karena letih maupun jenuh, serta tunduk pada sistem sosial di mana dia berada.

Keempat persyaratan fungsional tersebut dipandang Parsons sebagai suatu keseluruhan yang juga terlibat dalam saling tukar antar lingkungan. Lingkungan sistem sosial terdiri atas lingkungan fisik, sistem kepribadian, sistem budaya, dan organisme perilaku. Pendekatan fungsionalisme struktural sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Parsons dan para pengikutnya, dapat kita kaji melalui sejumlah anggapan dasar mereka sebagai berikut.
(1)  Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
(2)   Dengan demikian, hubungan pengaruh saling memengaruhi di antara bagian ­bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik.
(3)   Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis, menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan kecenderungan memelihara agar perubahan­perubahan yang terjadi di dalam sistem, sebagai akibatnya hanya akan mencapai derajat yang minimal.
(4) Sekalipun disfungsi, ketegangan dan penyimpangan senantiasa terjadi juga. Akan tetapi, di dalam jangka panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, tetapi setiap sistem sosial akan senantiasa berproses ke arah itu.
(5) Peruhahan di dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual melalui penyesuaian, dan tidak berlangsung secara revolusioner. Peruhahan yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi bangunan dasarnya tidak seberapa mengalami perubahan.
Namun, untuk sosiologi tidak sepenuhnya berlaku grand theory seperti itu sebab belakangan ini pun banyak terjadi perubahan. Walaupun pada mulanya ketika bidang sosiologi muncul, suatu pencarian untuk penjelasan tingkah laku manusia yang tunggal dan sesuatu teori penekanannya yang nonempirik mendominasi bidang tersebut. Awal kehadiran para ahli sosiologi, seperti Auguste Comte dan para pengikutnya, pada umumnya mereka adalah orang-orang di belakang meja (sarjana salon) di mana mereka sebagai sosiolog tidak melakukan riset empiris.
Sebaliknya, dalam sejarah ringkas sosiologi, selain memiliki ahli Grand Theory, juga memiliki peneliti-peneliti yang bersifat empiris ternama, khususnya pada generasi kedua, seperti sarjana sosiologi George Homans, Paul F. Lazarsfeld, dan Robert K. Merton adalah ahli teori dan penganut aliran empirisme. Pada saat sekarang ini, semakin banyak ahli teori sosiologi yang melakukan penelitian empiris. Begitu pun tidak menutup kemungkinan para ahli sosiologi akan mungkin dapat merumuskan perpaduan Grand Theory dan empirisme sekali waktu di masa sekarang maupun mendatang.

2.        Mid-range Theory
Mid-range Theory adalah teori dalam arti menegah yang berusaha menjelaskan perilaku komuikasi sekelompok orang berdasarkan konteks, waktu, tipe perilaku komuikasi dll.
Mid range teori dikemukakan oleh sosiolog Amerika Robert Merton dalam “social theory and social structure” (1957).
Yang termasuk dalam mid-range theory diantaranya adalah sebagai berikut.
1)        Uncertainly reduction theory (teori pengurangan ketidakpastian)
Uncertainly reduction theory adalah teori yang dikemukakan oleh Charles Berger & Richard Calabrese (1975). Teori ini membahas tentang sebuah proses komunikasi diantara individu yang sebelumnya tidak saling kenal, menjadi saling kenal sehingga dapat megurangi ketidak pastian dalam komunikasi dan kemudian memutuskan untuk melanjutkan komunikasi atau tidak. Dikatakan juga bahwa teori ini berhubungan dengan cara-cara kita mengumpulkan informasi tentang orang lain. Atau secara singkat teori ini membahas tentang bagaimana seseorang mengurangi ketidak pastian saat berhadapan dengan orang asing.

2)        Groupthink theory (teori pemikiran kelompok)
 Teori pemikiran kelompok ini lahir dari penilitian panjang Irvin L Janis. Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang bersifat kohesif dimana pemikiran ini muncul dari anggota kelompok yang berusaha keras untuk mencapai kata mufakat.
Di groupthink meninggalkan cara berpikir individu dan menekankan pada proses kelompok.
3)        Face negotiation theory
Face negotiation theory di cetuskan oleh Stella Ting Tommey pada tahun 1985. Teori ini membantu menjelaskan perbedaan budaya untuk membantu mengelola konflik dalam aspek komunikasi. Teori ini dikembangkan untuk memprediksi perilaku seseorang untuk menyempurnakan identitas mereka dalam kebudayaan berbeda.

3.        Narrow Theory
Narrow teori adalah teori dalam arti sempit yang berusaha untuk menjelaskan suatu aspek yang terbatas dari suatu fenomena komunikasi. Lebih menekankan pada orang-orang tertentu pada situasi tertentu pula.
Yang termasuk dalam narrow theory diantaranya adalah:
1)        Teori Penetrasi Sosial
Teori Penetrasi Sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas Taylor. Teori penetrasi sosial secara umum membahas tentang bagaimana proses komunikasi interpersonal. Di sini dijelaskan bagaimana dalam proses berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses gradual, di mana terjadi semacam proses adaptasi di antara keduanya, atau dalam bahasa Altman dan Taylor  penetrasi sosial.
Dalam perspektif teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor menjelaskan beberapa penjabaran sebagai berikut:
Pertama, Kita lebih sering dan lebih cepat akrab dalam hal pertukaran pada lapisan terluar dari diri kita. Kita lebih mudah membicarakan atau ngobrol tentang hal-hal yang kurang penting dalam diri kita kepada orang lain, daripada membicarakan tentang hal-hal yang lebih bersifat pribadi dan personal. Semakin ke dalam kita berupaya melakukan penetrasi, maka lapisan kepribadian yang kita hadapi juga akan semakin tebal dan semakin sulit untuk ditembus. Semakin mencoba akrab ke dalam wilayah yang lebih pribadi, maka akan semakin sulit pula.
Kedua, keterbukaan-diri (self disclosure) bersifat resiprokal (timbal-balik), terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Menurut teori ini, pada awal suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias untuk membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat timbal balik. Akan tetapi semakin dalam atau semakin masuk ke dalam wilayah yang pribadi, biasanya keterbukaan tersebut semakin berjalan lambat, tidak secepat pada tahap awal hubungan mereka. Dan juga semakin tidak bersifat timbal balik.
Ketiga, penetrasi akan cepat di awal akan tetapi akan semakin berkurang ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam. Tidak ada istilah “langsung akrab”. Keakraban itu semuanya membutuhkan suatu proses yang panjang. Dan biasanya banyak dalam hubungan interpersonal yang mudah runtuh sebelum mencapai tahapan yang stabil. Pada dasarnya akan ada banyak faktor yang menyebabkan kestabilan suatu hubungan tersebut mudah runtuh, mudah goyah. Akan tetapi jika ternyata mampu untuk melewati tahapan ini, biasanya hubungan tersebut akan lebih stabil, lebih bermakna, dan lebih bertahan lama.
Keempat, depenetrasi adalah proses yang bertahap dengan semakin memudar. Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak berjalan lancar, maka keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi proses ini tidak bersifat eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi lebih bersifat bertahap. Semuanya bertahap, dan semakin memudar.
Dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu hubungan adalah penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Maksudnya adalah mungkin dalam beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi kita bisa sangat terbuka kepada seseorang yang dekat dengan kita. Akan tetapi bukan berarti juga kita dapat membuka diri dalam hal pribadi yang lainnya. Mungkin kita bisa terbuka dalam urusan asmara, namun kita tidak dapat terbuka dalam urusan pengalaman di masa lalu. Atau yang lainnya.

 sumber: