Goresan Pena Risky Amaliyah

Selasa, 07 April 2015

Bungker, peninggalan sejarah Jepang di Desa Lakkang

Desa Lakkang menjadi salah satu tempat wisata di kota Makassar, tepatnya di kecamatan Tallo, kelurahan Lakkang kota Makassar. Ketertarikan masyarakat untuk berkunjung di desa ini memiliki alasan tersendiri. Uci, salah satu pengunjung mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya ke desa Lakkang. “ini pertama kali saya kesini, tempatnya lumayan bagus” tutur mahasiswi UMI ini.
Untuk sampai ke desa Lakkang, terlebih dahulu kita harus ke dermaga kera-kera. Di dermaga inilah terdapat alat transportasi berupa dua perahu kecil yang disambungkan dengan papan lebar. Warga sekitar menyebut alat transportasi tersebut dengan sebutan katinting. Katinting yang digunakan untuk sampai ke desa Lakkang membutuhkan waktu kurang lebih 25 menit. Biaya transportasinya pun relatif murah, yaitu Rp. 3000 untuk menyeberangi sungai Tallo tersebut.
Di desa ini memiliki peninggalan sejarah dari Jepang. Masyarakat desa Lakkang menyebutnya Bunker. Bunker ini dibangun oleh orang jepang dan masyarakat desa lakkang. Saat pembangunan bunker, masyarakat desa Lakkang di beri upah berupa sembako seperti beras, gula dan lain-lain.

Bunker yang dibuat di bawah tanah ini merupakan tempat persembunyian orang Jepang dari Belanda semasa perang. Diperkirakan bunker telah berusia sekitar 74 tahun. “kalau tidak salah, sudah sekitar 74 tahun” ujar S. Dg. Nyampa selaku kepala dewan adat desa Lakkang saat ditemui di kediamannya. Fungsi bunker sendiri, selain tempat persembunyian orang Jepang dari musuh, juga merupakan tempat penyimpanan sembako.
Saat ini, bunker sering dikunjungi oleh masyarakat lokal hingga mancanegara. Kepala dewan adat desa ini  juga mengatakan banyak orang dari luar negeri yang datang untuk melihat bunker. “selain masyarakat disini, dari negara lain juga sering berkunjung, seperti dari Jepang, Filipina, Malaysia” tuturnya. (Ky/Ans)

Rabu, 25 Maret 2015

cerpen



I STILL HERE!!!

            Seperti hari-hari biasa, aku selalu saja dibuat iri karena mereka. Tidak, sebenarnya tidak boleh, biar bagaimana pun Julie dan Sherin sahabatku. Melihat mereka mendapatkan semua yang sangat aku impikan membuatku bahagia. Seharusnya memang aku harus bahagia, dan kenyataannya aku tak pernah merasakan semua itu. Bukan sama sekali tidak merasa bahagia, tetapi aku hanya ingin merasakan impian-impianku terwujud. “ Elena, kenapa melamun terus? ” tepukan Sherin di bahuku buyarkan khayalan. Dan aku baru saja tersadar langit mulai menangis. “ Julie, cepat kemari,  hujan! ”. teriak Ari memanggil kekasihnya itu. Ari terlihat sangat menyayangi Julie. Mereka berdua sangat serasi. Dari kelas 1 SMA hingga sekarang kami sudah duduk di kelas 3 SMA mereka tetap seperti Romeo dan Julitte. “hehehe maaf ya, tadi aku beli ini dikantin buat kamu, nih” Julie menyodorkan sebatang coklat pada Ari. “ aduh, makasih ya, tuh kan kamu basah, nanti kamu sakit ” Ari melepaskan jaket yang ia kenakan dan memakaikannya pada Julie. “ lebay banget sih ” ejek Cakra, pacar Sherin. “huft, kalian buat cemburu aja deh” kataku sedih. “ aduh Elena, kita gak punya maksud kayak gitu, lagian salah sendiri, kenapa sih Mr. Cuek itu masih aja ditungguin, Elena open your heart, open your mind honey, diluar sana masih banyak cowok yang jauh lebih baik dari Arkana” kata Sherin sambil merangkulku. “maksud kamu kayak Joko, yang ngejar-ngejar Elena waktu kelas 3 SMP dulu? Hahaha” ejek Cakra. “bukan Joko, Jojon kali anak jurangan jengkol itu kan? Hahaha” tambah Ari tertawa terbahak-bahak. “aduh kalian apaan sih, katanya sahabat tapi malah ngejekin aku, bantuin dong biar aku bisa jalan lagi sama Arkana, gue butuh dukungan kalian, pada tau kan, aku sayangnya Cuma sama Arkana doang, please” kataku. “ya udah, nanti dibahas lagi ya, hujan makin deras aja nih, pulang yuk, bosan tau di sekolah mulu dari pagi”. Julie pulang diantar dengan Ari. Lain halnya denganku, lagi-lagi selalu nebeng di mobilnya Cakra. Walaupun mereka sahabatku, terkadang aku merasa jadi benalu buat Cakra dan Sherin. Huft....

* * *

            Sama seperti hari-hari sebelumnya, Julie,Arie dan Sherin,Cakra. Senin, selasa, rabu, kamis, jumat, dan sabtu. Akhirnya hari ini adalah hari sabtu. Hari yang selalu membuat aku menunggu. Menunggu kabar dari Arkana. 3 tahun sudah aku menjalin hubungan dengan Arkana dan semuanya datar-datar saja. Pukul 09:30 am, sudah seharusnya handphone aku bunyi setengah jam yang lalu. Tapi, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas, dan akhirnya jam menunjukkan pukul 20:00 pm.

Trett..trett..trett..

1 new message

Open

From: Arkana

“assalamualaikum..”

            Oh senangnya, akhirnya ada kabar juga.

Reply

To: Arkana

“waalaikumsalam, kenapa jam segini baru sms ?”

Send

Received

1 new message

From: Arkana

“maaf ya, soalnya aku sibuk, ada event di sekolah. Karena aku panitia jadi harus ikut kerja juga, maaf ya”

            Inilah kehidupanku.  Aku iri pada Sherin dan Julie yang selalu jalan bareng dengan pacar mereka. Sementara aku? Jangankan jalan bareng, komunikasi saja kurang lebih 24 jam seminggu. Itu sebabnya kenapa hari sabtu dan minggu sangat berarti buatku. Aku sama sekali tidak pernah mendapat kata “kangen” dari dia, bahkan akhir-akhir ini aku tidak pernah lagi di ajak jalan bersamanya. "Kamu harus positive thingking" katanya. "Sabar, sabar, sabar" katanya mengingatkan. Bagaimana mungkin dia tidak pernah melihat kesabaranku selama tiga tahun lebih dalam kondisi seperti ini? Setiap kali aku menyerah dan mengambil keputusan untuk mengakhiri ini semua, dia tidak pernah mau. Dia selalu saja membuat aku merasa bersalah jika mengatakan kata “putus”. Lalu aku harus bagaimana? "Jalani saja" katanya sekali lagi. Semua kalimat itu selalu terliang ditelingaku. oh Tuhan...

***

            Udara pagi ini sangat sejuk, dedaunan terhempas lebut di halaman sekolah. Siswa-siswi berjalan masuk melintasi gerbang utama sekolah. Tak lama kemudian, cewek berambut pirang mengkilat nan ombak yang dibiarkan jatuh terurai menyentuh pinggangnya sangat indah berayun-ayun oleh angin yang bertiup pelan. Cewek itu menggandeng tangan cowok berbadan kekar dan kurang lebih 5 cm lebih tinggi dari cewek itu. Kemudian mereka menghapiri kami bertiga. “selamat pagi, apa kabar Mis galau? Apa kabar Secha?”. Mis galau itu sudah  sangat jelas ditujukan padaku. Secha yang Julie maksud adalah Sherin dan Cakra. “apa-apan sih kamu, Lie? Baru datang udah bikin kesal aja”. “loh, Elena, sorry aku gak bermaksud... Elena..Elena....”

“kamu sih, pake Mis galau segala” kata Sherin.

“ya udah, bentar kamu minta maaf ya” tambah Ari merangkul Julie.

            Entah kenapa aku bisa seperti ini. Aku pun tak paham kenapa aku pergi begitu saja meninggalkan sahabat-sahabatku. Kenapa aku harus marah dipanggil Mis galau? Mungkin aku hanya tidak terima mendapat julukan seperti itu? Entahlah, aku tidak boleh bersikap seperti itu lagi, aku haru minta maaf pada mereka.

* * *

“Elena, maafin aku soal tadi pagi, aku gak bermaksud...” “udah, aku yang salah, gak seharusnya pergi gitu aja, maafin aku ya”

            “oh iya, Elena ada yang pengen aku kasi tau ke kamu” tiba-tiba saja raut wajah Ari mendadak serius.

“apa?”

Suasana seketika sunyi. Masing-masing dari mereka melempar pandangan satu sama lain. “Ari, apa? Kok kamu malah bengong sih” desakku.

“ hm ini soal Arkana, Elena” ujar Cakra.

            Entah kenapa jantungku berdegub cepat. Dari raut wajah Ari, Cakra, Julie dan Sherin memberi tanda bahwa ini kabar yang tidak aku harapkan. “Arkana? Kenapa?" tanyaku sekali lagi.

            “sekarang Arkana ada di Bandung. Dia terpilih untuk mewakili sekolahnya mengikuti lomba akuntansi tingkat SMA tahun 2013”. Jelas Ari.

            Aku terdiam. Aku menatap mata Ari sangat dalam. Aku melihat rasa penyesalan dalam matanya karena membuatku tahu akan hal ini. Aku tahu mereka semua sayang sama aku, bahakan mereka tak ingin membuatku sedih karena hal ini, tapi biar bagaimana pun mereka pasti berpikir aku layak tahu.

“Elena”

“hehehe, aku hanya bingung, aku harus senang atau sedih” aku tersenyum kecil, tapi aku sadar tak dapat membendung air yang membuat kedua mataku berkaca-kaca. Julie dan Sherin dengan cepat merangkulku. Dekapan mereka membuatku jauh lebih sedih, aku menangis dalam diam. Aku hanyut dalam dekapan mereka. Aku tidak bisa menahannya lagi, air mata ini makin deras dan makin berat aku  tahan, rasanya sakit, aku tak sanggup berkata-kata. “ mungkin Arkana gak ngasi tau kamu karena dia gak mau kamu sedih aja atau kepikiran dia terus” Julie makin erat memelukku.

            “Aku gak tau apa lagi yang harus aku lakuin, aku tuh capek dengan semua ketidakjelasan Arkana ke aku. Aku sayang sama dia, tapi aku sendiri gak pernah tau sebesar apa artinya aku buat dia?” suaraku terdengar parau. Julie dan Sherin perlahan melepaskan pelukannya dan menyeka air mataku.

“Elena, setiap orang itu punya cara yang berbeda-beda menunjukkan rasa sayangnya ke kita”

“Dan setiap orang juga memiliki cara yang berbeda-beda menerima rasa sayang itu kan?” balasku kepada Cakra dengan nada tinggi.

            “Aku tuh iri sama kalian semua, ada yang perhatiin, komunikasi kalian tuh 100% lancar, ketemuan apa lagi, kalian selalu jalan bareng, kangen-kangenanlah, tukeran kado di hari special, aku juga pengen ngerasain itu” air mataku semakin deras mengalir. “Aku kesal aja, kenapa Arkana gak seperti Cakra dan Ari, aku bingung dengan cara Arkana selama ini, dan sekarang dia pergi gak ngasi kabar, ini apa coba?" aku semakin memanas.

“Elena, yang sabar ya. Kalau emang kamu sayang sama Arkana, kamu tunggu dia pulang dari Bandung dan minta penjelasan dari dia”

“Minggu depan Arkana sudah balik ke Jakarta, kita jemput dia aja di Airport, gimana?” jelas Cakra.

            Aku hanya mengangguk. Semuanya begitu terasa memilukan. Minggu depan jika memang Tuhan memberiku kesempatan untuk bertemu dengan Arkana, berarti itu adalah pertemuanku yang ke lima kalinya semenjak kami lulus dari SMP dan masuk di SMA yang berbeda.

* * *

Satu minggu kemudian.

“Aku kok jadi degdegan gini yah”

“lebay lagi deh, hehehe tenang aja, Arkana pasti gak berubah jadi zombie kali”

“eh liat, itu Arkana”

            Aku mengikuti telunjuk Ari yang menunjuk ke arah seseorang. Namun terlalu banyak orang yang lalu-lalang. Aku sedikit kesulitan akhirnya kedua mataku terpaku mendapatkan sosok lelaki yang sangat aku rindukan. Dia masih tetap sama, badan yang kekar, tinggi dan tampak berwibawa. Dengan langkah yang pasti, tubuh yang tegak dan menarik koper berjalan menuju ke arah kami.

“wets, apa kabar bro?”

“baik”

“selamat datang kembali Mr. Cu..”

“eh apaan sih, Julie” Sherin dengan spontan menginjak  kaki Julie.

“aww.. sakit tau”

            Aku gugup. Tiba-tiba saja... “Hai Elena”. Rasanya ingin menangis. Aku sangat bahagia mendengar suara Arkana. Suara ini sangat aku rindukan, sangat. Aku tersenyum, berharap mendengarkan lagi suara Arkana. Aku pikir Arkana akan menanyakan kabarku, atau mungkin akan meminta maaf karena pergi ke Bandung tanpa memberitahuku. Tapi ternyata...

            “Aku capek banget nih, kamu bawa mobil kan, Cakra? Buruan dong kita pulang, capek banget nih” sahut Arkana.

            Aku kecewa. Sangat kecewa. Aku ini pacar kamu atau bukan sih Arkana? Tuhan cobaan apa lagi ini? Sakit rasanya melihat Arkana melintas begitu saja didepanku dengan buru-burunya menuju ke mobil Cakra. Okay, mungkin aku harus berpikir positif lagi, Arkana capek karena perjalanannya. Dan aku lelah karena perjalanan cintaku dengan Arkana seperti ini selama 3 tahun lebih.

            “Arkana, sudah sampai nih, bangun woii”

            Saat Arkana tertidur lelap dia pun tetap indah. Apakah di mata Arkana aku juga seindah yang aku bayangkan tentangnya?

            “ Arkana..” suaraku mampu menghentikan langkah Arkana sebelum membuka pagar rumahnya.

            “iya, kenapa Elena?” jawabnya. Aku membuka pintu mobil dan turun mendekati Arkana. Tidak cukup dekat. Kira-kira satu meter aku berhadapan dengannya. “hm, apa kabar? Oh iya, selamat karena kamu terpilih untuk ke Bandung seminggu lalu” kataku gugup.

“iya makasih, aku masuk dulu ya” Arkana mulai membuka pagar rumah.

“Arkana..” kataku sekali lagi.

“iya Elena kenapa?”

“hm.. kenapa kamu gak ngabarin aku sebelum berangkat ke Bandung?” jujur aku sangat takut menanyakan hal ini pada Arkana.

“bisa kita bahas dilain waktu, aku capek banget” jawabnya. Dari matanya Arkana sangat lelah, sebelum masuk ke rumah, Arkana mendekat padaku dan tanpa kusangka sama sekali Arkana mencium keningku dan .. “ I love you, Elena”. Aku diam terpaku. Tak satu kata pun terucap olehku. Arkana pun masuk ke dalam rumah. Jantungku berdegub cepat, aliran darahku terasa panas dan mampu membuat tubuhku terasa hangat di udara malam yang sangat menusuk kulit ini, denyut nadi seolah bergetar di atas normal. kecupan itu sangat menyakitkan bagiku. Bagaimana tidak, Arkana tak pernah memberikan sesuatu yang istimewa bagiku, selalu pergi meninggalkanku, aku tak selalu tau dia dimana dan sedang apa, hubungan kami yang naik turun membuat aku tersiksa. Dan sekarang, kecupan itu sangat berarti namun juga sangat menyakitkan.

            Tiga bulan berlalu sudah, hingga sekarang Arkana tak pernah memberi jawaban tentang pertanyaanku dulu. Keberadaannya kembali di Jakarta tidak membuat keadaan berubah, seperti biasa, komunikasi kami sangat terbatas, dan aku tak pernah lagi jalan sama Arkana walaupun kami masih berstatus pacaran. Dan kata I LOVE YOU itu masih aku ingat dan akan selalu aku simpan dalam memoriku.

            “happy anniversarry sayang”. Cakra mencium kening Sherin begitu dalam. Dan di tangan Sherin memegang kotak kecil berwarna merah.

            “oh my God... Cakra, ini beneran buat aku? Thank you sayang, aku senang banget” Sherin memeluk Cakra. Cewek mana yang tidak senang mendapat kado secantik itu di hari special kalian. Kalung bermata berlian yang sangat diimpikan Sherin sebulan lalu tapi tidak bisa membelinya karena harganya sebanding dengan uang jajannya selama sebulan.

            Kapan Arkana juga seperti itu ke aku, Tuhan? Selama 3 tahun ini kami bersama, aku sama sekali tak pernah mendapat kado special darinya, yah seharusnya memang aku tak usah banyak berharap, jangankan kado, ucapan-ucapan yang sering Cakra dan Ari ungkapkan ke pacarnya sangat jarang aku dengar dari Arkana.

Apa kabar sayang? Udah makan apa belum? Aku kangen banget sama kamu! Ketemuan yuk! Oh my God, kapan, Tuhan? 3 bulan lalu terkahir kalinya aku dengar kata I love you dari Arkana.

* * *

            “Elena, bangun, Elena! Ada temen-temen kamu tuh di bawah”

“Aduh ma, inikan hari minggu, masih jam 6 pagi lagi, ngapain sih mereka”. Dengan setengah terhuyung-huyung aku turun ke lantai satu.

“Elena, buruan, kita mau ke Airport sekarang”

“What? Ngapain?”

“Arkana, Elena! Arkana bakal berangkat ke Bogor 2 jam lagi”

“Astaga, kalian serius? Kenapa mendadak gini sih? Ya udah  tunggu disini, aku  mandi dulu ya”.

            Julie dan Sherin menarik tanganku sedikit kasar menyeretku masuk ke dalam mobil Cakra. “Kamu gak usah mandi, kita bakal telat”. “Tega banget sih, kamu mau buat aku malu di depan Arkana pake piama kayak gini? Sarap” aku sedikit kesal. “tenang aja, nih baju kamu, aku ambil di jemuran tadi, haha” Sherin memberiku pakaian yang lumayan kusut. Ya jelas kusut, pakaiannya diambil dari jemuran, belum di setrika. Arrrgggghhhhhhh “Gila”. Aku cepat-cepat kekursi bagian belakang memakai pakaian tersebut.

            Tiba di Airport.

Aku berlari. Terus berlari dan menengok ke belakang memastikan Sherin, Julie, Ari dan Cakra juga berlari dibelakangku.  Dengan napas yang tersegal-segal aku hampir jatuh karena mendadak berhenti berlari. “Arkana” kataku memanggilnya masih tersegal-segal. Aku pun mengatur napasku kembali.

PLAKKKKKKK!!!

“hah..kamu apa-apan sih Elena?” Ari membentakku. Arkana tidak memberi respon setelah aku menamparnya. “Arkana, kamu sama sekali gak pernah ngertiin perasaan aku, kamu seenaknya aja datang dan pergi semaunya di kehidupan aku, aku salah apa sama kamu? Dan sekarang kamu mau pergi lagi, dan lagi-lagi gak pernah ngabarin aku sebelumnya, Arkana kamu tuh gak jelas, dan aku benci sama yang gak jelas. Mencintai kamu jujur aku tersiksa, mempertahankan rasa sayang aku ke kamu itu bikin nyessek”. Dengan sangat-sangat sadar aku menangis. Tak peduli dengan orang yang lalu-lalang mencuri kesempatan melirikku. Aku tidak peduli. Sama sekali tidak peduli. Dan aku melanjutkan, “aku pengen kamu seperti Ari dan Cakra, yang penuh perhatian dengan pacar mereka, kamu sama sekali gak pernah bilang kalau kamu kangen sama aku, kamu gak pernah lagi ajak aku jalan bareng sama kamu, kamu gak pernah nanyain kabar aku, kamu gak pernah ngasi aku kado di hari special kita” air mataku semakin deras.

             Arkana tetap tidak merespon. Dia mengambil secarik amplop berwarna putih dari saku bajunya. “kalau kamu benar-benar sayang dan cinta sama aku, amplop ini kamu simpan baik-baik ya, jangan pernah kamu buka amplop ini sebelum aku balik lagi ke Jakarta. Dan nanti jika aku sudah pulang, aku mau kamu buka amplopnya persis di tempat kira berdiri saat ini, kamu mengerti kan?”. Aku hanya terdiam merepas amplop ini dan masih menangis terisak. Arkana selangkah lebih maju mendekat padaku, dan selalu tidak ku sangka dia mencium keningku dan berkata “I love you, Elena”. Arkana pun melangkah mundur dan berbalik meninggalkanku. Aku hanya bisa menangis dipelukan Sherin dan Julie. Kusimpan amplop putih ini di dalam saku celanaku.

* * *

            Tiga tahun sudah berlalu. Aku telah lulus SMA. Sekarang aku, Sherin dan Julie berhasil masuk di Universitas favorit kami bersama. Tahun ini kami sudah semester dua. Dan hari ini juga tepatnya hari Arkana balik ke Jakarta. Oh ya, Sherin dan Cakra makin lengket aja, mereka memang dari dulu sangat serasi, bulan lalu mereka sudah bertunangan. Sementara Ari dan Julie sudah merencanakan pertunangan mereka tahun depan. Senangnya melihat mereka selalu bersama.

“oh iya, hari ini Arkana balik ke Jakarta, kan?”

“jemput yuk”.

“ayo, tapi nyampe di Airportnya jam  7 malam kan?” kata Sherin.

“iya, eh Elena, amplop kamu jangan lupa ya” Julie mengingatkan. Astaga aku hampir lupa dengan amplop itu. Setelah jam kuliah selesai, aku segera pulang ke rumah dan mencari amplop itu di dalam lemari. Seteleh lemariku cukup berantakan karena ulahku, akhirnya aku dapatkan juga. Waktu sudah menunjukkan pukul 05:30 pm. Aku segera mandi, setelah itu aku shalat.

            “Ya Allah, lancarkanlah pertemuanku malam ini, amin”

            Aku memakai pakaian yang pernah aku gunakan saat pertama kali Arkana menembakku. Mini dress yang pas mengikuti lekukan tubuhku. Atasannya berwarna merah muda dan bawahannya berwarna putih bercorak bunga berwarna merah muda lembut. Ku biarkan rambut ombakku terurai menyentuh punggungku. Dan oh iya, amplopnya. Segera ku ambil amplop di atas tempat tidur dan ku masukkan ke dalam tas.

Pipp..pipp..

“oh .. itu pasti mereka”

“ma, mama, aku pergi dulu ya, assalamualaikum”

Mama menjawab salamku dan aku segera jalan setengah berlari menuju halaman rumah. “cie.. cantiknya sahabatku ini, mau ketemu sama siapa sih?” “ah apaan sih, hehehe gimana? Udah rapi gak?” tanyaku meminta pendapat pada mereka semua. “iya neng kece, sip dah, ayo naik, kita berangkat” “ok”.

* * *

            Aku menunggu, menunggu dan masih menunggu. Jam sudah menunjukkan 07:00 pm. Tapi sampai sekarang aku tak menemukan sosok yang aku rindukan. Aku sangat cemas, degdegan, dan entahlah semuanya bercampur aduk. Amplop yang saat ini aku pegang, sudah tidak sabar untuk aku baca.

30 menit kemudian.

“Elena”

Teriak seorang laki-laki dari kejauhan. Badannya kekar dan lebih tinggi dari sebelumnya. Laki-laki itu mengenakan jas berwarna hitam dengan dalaman berwarna merah. Seperti orang kantoran saja. Dia membawa koper dan tak pernah lepas dari senyuman kecil di bibirnya. Aku berdiri menatapnya.

“Arkana” kataku.

“Aku pikir kamu gak bakalan datang”

“Tapi kamu salahkan? Aku pasti datang”

“Apa kabar Elena? Sudah shalat?” katanya bijaksana. Aku sangat senang, aku hanya tersenyum dan mengangguk padanya. Cakra, Ari, Sherin dan Julie berdiri di salah satu sisi kami. “Makasih ya Elena, karena kamu sudah mau menunggu” katanya.

            “Menunggu itu menyebalkan” kataku.

“Sekarang, apa kamu sudah bisa menjawab semua pertanyaanku tiga tahun yang lalu?” kataku sedikit canggung.

“Sebelum aku jawab semua itu, sekarang aku mau tau, apakah kamu gak pernah buka amplop itu?”

            “Enggak, aku gak pernah buka amplop ini, ini sesuai permintaan kamu, kan?” jawabku.

            Arkana mundur beberapa langkah menjauh dariku. “Sekarang kamu buka amplopnya dan kamu akan tau jawaban dari semua pertanyaan kamu selama ini, Elena”.

            Aku sangat degdegan. Ku sobek salah satu sisi amplop dan ku ambil kertas di dalamnya. Lalu aku membacanya. Aku kaget membaca surat ini. Mataku mulai berkaca-kaca. “will you marry me, Elena?”.

“Arkana, aku gak ngerti, kamu bilang semua pertanyaanku akan terjawab setelah membuka ini, tapi? Aku gak ngerti Arkana, aku gak bisa”. Aku tidak mampu membendung air mataku lagi. Kubiarkan jatuh membasahi pipi ini. Kemudian Arkana mendekat kepadaku. Dan memegang kedua pundakku. “Elena, maafin aku karena aku gak bisa seperti Ari ataupun Cakra. Selama ini aku sibuk sebenarnya bukan hanya karena aku sibuk sekolah, tapi aku kerja Elena, kebetulan aku diterima kerja di bengkel om ku sewaktu kita masih SMA dulu. Dan semenjak aku memenangkan lomba Akuntansi di Bandung dulu, aku diterima kerja di salah satu perusahaan ternama di Bogor. Dan kamu tau itu untuk siapa? Aku kerja untuk membiayai adik-adikku dan juga untuk kamu” jelas Arkana. “untuk aku?” kataku bingung. “iya, untuk kamu, Elena, maafin aku juga karena selama kita pacaran aku sama sekali gak pernah beliin kamu kado di hari special kita, karena semua uang hasil gajiku sewaku kerja di bengkel aku tabung. Dan gaji dari tempat kerjaku sekarang lumayan besar, tapi aku tetap tabung semuanya, dan itu untuk masa depan kita, aku gak mau ngerepotin orang tua aku”. Aku gak sanggup berkata-kata. Aku hanya diam menunduk dan masih menangis.

            “Sekali lagi aku minta maaf, Elena, tapi aku beneran sayang dan cinta sama kamu, aku sangat bersyukur bisa mendapatkan perempuan yang kuat seperti kamu” lanjut Arkana.

            Arkana kemudian mengambil kotak kecil berlapis kain beludru berwarna merah hati. Lalu Arkana berlutut di hadapanku. Aku terkejut. Arkana menyodorkan kotak kecil itu dan membukanya. “will you marry me, Elena?” kata Arkana. Semua sahabatku tersenyum bahagia. Orang-orang yang lalu-lalang melihat kami. Ada yang singgah untuk melihat, ada yang tertawa bahkan berbisik-bisik. Dan salah seorang dari mereka berteriak, “yes, katakan saja yes, I will”. Dan oleh karena itu semua orang disekitarku pun turut mengatakan hal yang sama.  Jujur aku sangat senang dan sangat-sangat malu. “hm.. aku gak bisa Arkana” jawabku.

            Arkana pun terdiam. Sontak sahabatku kaget. Lalu aku melanjutkan, “aku gak bisa berkata no, I willn’t, tapi aku hanya bisa bilang yes, I will” aku tunduk dan memegang kedua bahu Arkana bermaksud mengajaknya untuk berdiri. Semua suara-suara terdengar riuh. Arkana memelukku dan berkata “aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, dan aku kangen banget sama kamu”.

Aku hanya bisa bilang ke Arkana “jangan pergi lagi”.

Senin, 23 Maret 2015

PUISI

IBU

Wanita hebat itu yang selalu menyayangiku
wanita hebat itu yang selalu ada untukku
saat aku jatuh, dialah penyemangatku
saat aku terbang, dialah yang menggenggam tanganku

sering kali aku tak sadar
padanya ku keluarkan kata-kata kasar
hingga hati ini bergetar
menyadari semuanya yang terlontar

maafkan aku,
ampuni segala kelakuan tak terpujiku
aku mencintaimu
meski bibir ini tak pernah berlisan untukmu

dengan ikhlas kau hidupkan aku
dalam keterpurukan sekali pun kau ada untukku
saat aku sakit, usapan tangan kasar itu
tetap lembut teraba dan hangat menjalar di sekujur tubuh

meski petir yang menghantam dadamu
kau tetap mampu tersenyum
kau hapus air matamu
dan tak pernah pudar senyum kecil di bibirmu

besarkan aku hingga dewasa ini
namun aku belum mampu membalas
sampai kapan pun tak mampu membalas setetes ASI darimu
begitu berharga,

aku semakin bertumbuh dewasa, dan tanpa sadar kau semakin bertambah tua
kulit lembut yang selalu ku rawat, dan tanpa sadar kulitmu keriput
rambut indah dan kuat ku miliki, tanpa sadar rambutmu putih berguguran
aku sadar, yang kumiliki, yang ku banggakan adalah kepunyaanmu dulu

lalu aku bisa membalas apa?
aku selalu saja sibuk dengan teman sepermainan
kau mengumpulkan materi
dan aku menghaburkan semauku

saat kau sakit, kau tak mengeluh padaku
kau berusaha tegar, meski ku tau kau rapuh
maafkan aku,
aku menyayangimu,

hanya doa untukmu yang selalu ku panjatkan
di setiap sujudku, di setiap doaku
kusebut namamu,
berharap Tuhan mengabulkan pintaku

kau adalah wanita terhebat yang kumiliki
ku tau bukan materi yang kau ingini
tapi kesuksesanku adalah keberhasilan didikanmu
melihatku memakai toga
melihatku hidup bahagia bersama orang yang kucintai dan mencintaiku
melihatku hidup sejahtera
dan berbakti kepadamu

jika ada kata yang lebih dari kata HEBAT
maka itulah dirimu
"IBU"